Laman

Rabu, 07 Desember 2011

Makalah Tugas IT Bpk Eben

PENDIDIKAN
DALAM
PERSPEKTIF IBNU KHALDUM

OLEH :
DRS. H. IMAM GOZALI JAMAL

A. PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan salah satu penopang sebuah negara. Kita ingat ketika negeri Jepang luluh lantak dibombardir bom atom pada tahun 1945, konon, salah satu hal yang dicari pertama kali adalah seorang guru. Artinya, betapa Jepang sangat membutuhkan tenaga pendidik untuk membangun kembali negaranya. Dengan masyarakat yang “melek” pengetahuan, berwawasan tinggi, dan tentunya terdidik untuk maju, para Founding Father Jepang yakin negaranya akan mampu untuk bangkit kembali. Kini kita menyaksikan bagaimana kemajuan yang dicapai negeri “matahari terbit” itu dalam bidang perekonomian, Industri terutama dalam bidang IPTEK. Hal ini mengindikasikan bahwa pendidikan adalah suatu keniscayaan bagi sebuah negara yang menginginkan pencapaian kemajuan dalam segala bidang. Tanpa SDM yang mumpuni kemajuan sebuah negara adalah mustahil dan untuk menghasilkan SDM yang mumpuni inilah dibutuhkan sistem pendidikan yang baik.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia pendidikan diartikan sebagai perbuatan, (hal, cara dan sebagainya) mendidik. Menurut Ahmad D Marimba pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pemilik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama (Abudin Nata: 2005). Selain itu, pendidikan dapat diartikan sebagai segala kegiatan yang berorientasi pada pengembangan, pengarahan dan pembentukan kepribadian. Dari beberapa pengertian diatas terlihat bahwa dalam dunia pendidikan minimal didukung oleh beberapa hal berikut:
B. PEMBAHASAN
Sebagaimana yang telah disinggung sebelumnya, pendidikan memiliki peranan penting dalam upaya pencapaian kemajuan bangsa. Perkembangan dunia pendidikan tentunya tidak akan terlepas dari sumbangsih para ilmuwan yang mencurahkan segala perhatiannya pada dunia pendidikan ini. Begitu pun yang dilakukan oleh para ulama sebagai yang merasa berkewajiban untuk menyebarluaskan ilmu-Nya. Salah satu ulama besar, filosof, psikolog sekaligus intelektual muslim Ibnu Khaldun adalah salah satunya. Dalam makalah ini pemakalah akan mencoba memberikan sekelumit tentang biografi Ibnu Khaldun yang berimplikasi pada pemikirannya dalam dunia pendidikan. Bagaimana pendidikan dalam pemikiran Ibnu Khaldun? Apa yang menjadi sumbangsih Ibnu Khaldun bagi dunia pendidikan? Apa saja yang mendukung corak pemikiran pendidikan Ibnu Khaldun? Dan sebagainya.
1. Biografi Ibnu Khaldun
Nama lengkap Ibnu Khaldun yaitu Abdu al-Rahman ibn Muhamad ibn Muhamad ibn Muhamad ibn al-Hasan ibn Jabir ibn Muhamad ibn Ibrahim ibn Khalid ibn Utsman ibn Hani ibn Khattab ibn Kuraib ibn Ma`dikarib ibn al-Harits ibn Wail ibn Hujar (Toto Suharto: 2006) atau lebih dikenal dengan sebutan Abdur Rahman Abu Zayd Muhamad ibnu Khaldun. Ia dilahirkan pada 7 Mei 1332 di Tunisia.
Ibnu Khaldun menisbatkan nama dirinya kepada Khalid Ibn utsman karena Khalid adalah nenek moyangnya yang pertama kali memasuki Andalusia bersama para penakluk berkebangsaan Arab lainnya pada abad ke-8 masehi. Ibnu Khaldun adalah seorang yang memiliki prestasi yang gemilang, beliau sangat mahir dalam menyerap segala pelajaran yang diterimanya. Sejak masa kanak-kanak ia sudah terbiasa dengan filsafat, ilmu alam, seni dan kesusastraan yang dengan mudahnya ia padukan dengan bidang kenegaraan, perjalanan dan pengalamannya. Hal inilah salah satu pendorong kemunculan karya fenomenalnya Muqaddama Al Alamat (pengantar fenomenologis) yang lebih dikenal dengan sebutan Muqaddimah (prolegomena) saja.
Pada tahun 1352 Ibnu Kahldun berkelana ke Barat dan menetap di Fez. kemudian beliau pergi ke timur menuju Iskandariah dan Kairo. Disana beliau bertemu dengan Mamluk Sultan Al Zhahir Barquq yang menunjuknya menjadi guru besar fiqh mazhab Maliki dan hakim agung Mesir. Menjelang akhir hayatnya pada 1401, Ibnu Khaldun bertemu dengan Timurlane di luar garis perbatasan Damaskus. Penakluk Mongol tersebut menyambut ilmuwan ini dengan antusias dan mengemukakan minatnya untuk mengangkat Ibnu Khaldun sebagai pejabat pemerintahannya. Ibnu Khaldun sendiri kemudian lebih memilih untuk kembali ke Kairo dan melanjutkan pekerjaanya sebagai qadhi dan penulis hingga akhir hayatnya. Secara sederhana biografi Ibnu Khaldun ini dapat dibagi kepada tiga fase: Fase Pertama, masa pendidikan. Fase Kedua, masa politik praktis. Fase ketiga, masa kepengajaran dan kehakiman.

2. Pendidikan dalam Perspektif Ibnu Khaldun
Sebagai seorang pemikir, Ibnu Khaldun adalah produk sejarah. Menurut A. Luthfi As-Syaukaniy dari sini muncul apa yang disebut sejarah pemikiran atau sejarah intelektual. Istilah “pemikir” merupakan sesuatu yang ambigu dan dapat diterapkan kepada siapa saja yang memiliki spesialisasi tertentu. Ia dapat diterapkan kepada Philosoper, Thinker, Scholar, atau Intelektual yang merujuk kepada figur terpelajar (Lihat Toto Suharto: 2006). Jelasnya, pemikiran Ibnu Khaldun tidak dapat dipisahkan dari akar pemikiran Islamnya. Disinilah letak alasan Iqbal mengatakan bahwa seluruh semangat al-Muqaddimah yang merupakan manifestasi pemikiran Ibnu khaldun, diilhami pengarangnya dari al-Quran sebagai sumber utama dan pertama dari ajaran Islam. Dengan demikian pemikiran Ibnu Khaldun dapat dibaca melalui setting sosial yang mengitarinya yang diungkapkan baik secara lisan maupun tulisan sebagai sebuah kecenderungan.
Sementara itu ada yang berpendapat bahwa Ibnu Khaldun mendapat pengaruh dari Ibnu Rusyd (1126 – 1198) dalam masalah hubungan filsafat dan agama. Dalam bidang pendidikan, Ibnu Khaldun berpendapat bahwa pendidikan atau ilmu dan mengajar merupakan suatu kemestian dalam membangun masyarakat manusia. Hal ini dapat terlihat pada pandangannya mengenai tujuan pendidikan, yaitu:
1. Memeberikan kesempatan kepada pikiran untuk aktif dan bekerja, karena aktifitas penting bagi terbukanya pikiran dan kematangan individu yang pada gilirannya kematangan individu ini bermanfaat bagi masyarakat.
2. Memperoleh berbagai ilmu pengetahuan, sebagai alat yang membantu manusia agar dapat hidup dengan baik, dalam rangka terwujudnya masyarakat maju dan berbudaya.
3. Memperoleh lapangan pekerjaan yang dapat digunakan untuk mencari penghidupan.
Pernyataan-pernyataan ini mengindikasikan bahwa maksud pendidikan menurut Ibnu Khaldun adalah mentransformasikan nilai-nilai yang diperoleh dari pengalaman untuk dapat memepertahankan eksistensi manusia dalam peradaban masyarakat. Pendidikan adalah upaya melestarikan dan mewariskan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat agar masyarakat tersebut bisa tetap eksis.
Dalam kaitannya dengan peserta didik, Ibnu Khaldun melihat manusia tidak terlalu menekankan pada segi kepribadiannya sebagaimana yang acapkali dibicarakan para filosof, baik itu filosof dari golongan muslim atau non-muslim. Ia lebih banyak melihat manusia dalam hubungannya dan interaksinya dengan kelompok-kelompok yang ada di masyarakat. Dalam konteks inilah ia sering disebut sebagai salah seorang pendiri sosiolog dan antropolog.
Menurut Ibnu Khaldun pertumbuhan pendidikan dan ilmu pengetahuan dipengaruhi oleh peradaban. Ibnu Khaldun berpendapat bahwa adanya perbedaan lapisan sosial timbul dari hasil kecerdasannya yang diproses melalui pengajaran. Berkenaan dengan ilmu pengetahuan ini Ibnu Khaldun membaginya kepada tiga macam: 1). Ilmu Lisan; 2). Ilmu Naqli; 3). Ilmu Aqli.
Disamping beberapqa hal diatas, ibnu Khaldun juga menyoroti masalah kurikulum. Menurutnya ada tiga kategori kurikulum yang perlu diajarkan kepada peserta didik. Pertama, kurikulum yang merupakan alat bantu pemahaman. Kurikulum ini mencakup ilmu bahasa, ilmu nahwu, ilmu balaghah dan syair. Kedua, kurikulum sekunder, yaitu mata kuliah yang menjadi pendukung untuk memahami Islam. Kurikulum ini meliputi ilmu-ilmu hikmah seperti: logika, fisika, metafisika, dan matematiuka. Ketiga, kurikulum primer yaityu mata kuliah yang menjadi inti ajaran Islam. Kurikulum ini meliputi semua bidang al ulum al naqliyah seperti: ilmu tafsir, ilmu hadist, ilmu qiraat dan sebagainya.
B. KESIMPULAN
Dari beberapa uraian diatas, terlihat bahwa Ibnu Khaldun adalah seorang tokoh yang menaruh perhatian yang besar terhadap pendidikan. Konsep pendidikan yang dikemukakannya tampak sangat dipengarhi oleh pandangannya terhadap manusia sebagai makhluq yang harus dididik, dalam rangka menjalankan fungsi sosialnya di tengah-tengah masyarakat. Pendidikan adalah alat untuk membantu seseorang agar tetap hidup bermasyarakat dengan baik.
Aspek-aspek yang dapat mendukung proses pendidikan mulai dari peserta didik, penidik, sarana dan prasarana harus benar-benar diperhatikan karena akan sangat berpengaruh pada jalannya proses pendidikan.
Dalam pada itu hendanya tidak mengabaikan hakikat tujuan pendidikan itu sendiri yaitu berorientasi pada pengembangan, pengarahan dan pembentukan kepribadian peserta didik. Oleh karena itu guru sebagai pendidik diharuskan mampu membaca situasi dan kondisi dalam pembelajaran, mengetahui psikologi anak dana sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA
Audah, Ali, Ibnu Khaldun Sebuah Pengantar, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1986.
Baali, Fuad dan Ali Wardi, Ibnu Khaldun dan Pola Pemikiran Islam, alih bahasa Osman Ralibi, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1989.
Enan, Muhammad Abdullah, Ibnu Khaldun: His Life and Work, New Delhi: Kitab Bhavan, 1979.
Khaldun, Ibnu, Muqaddimah Ibnu Khaldun, (terj.) Ahmadi Thoha, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1986.
Raliby, Osman, Ibnu Khaldun, Tentang Masyarakat dan Negara, Jakarta: Bulan Bintang, 1978.
Sulaiman, Fathiyah Hasan, Pandangan Ibnu Khaldun Tentang Ilmu dan Pendidikan, Bandung: Diponegoro, 1987.
_______, Sistem Pendidikan versi Al-Ghazali, Bandung: Diponegoro, 1987.
Thoha, Nashruddin, Tokoh-tokoh Pendidikan Islam di Jaman Jaya, Jakarta: Mutiara, 1979.
Wafi, Ali Abdul Wahid, Ibnu Khaldun Riwayat dan Karyanya, terj. Ahmadie Thoha, Jakarta: Grafiti Press, 1985.

Selasa, 06 Desember 2011

Makalah Kompprehensip

MADRASAH SEJARAH DAN PERKEMBANGANNYA
OLEH:
Drs. H. Imam Gozali Jamal
Mahasiswa Pascasarjana Semester IV Prodi manajemen Pendidikan Islam 
IAIN Syeh Nurjati Cirebon 
Tahun Desember  2011
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lembaga Pendidikan Islam tampak bervariasi dalam berbagai bentuk. Lembaga yang bersifat umum seperti : masjid, ada juga lembaga-lembaga lain yang memiliki kecenderungan lebih khusus. Prof . Dr. KH. Ma’sum, MA mengutip pendapat Hasan Abd, Al-Al, menyebutkan bahwa pada abad ke empat Hijriyah terdapat beberapa pendidikan Islam yang menggunakan lima sistem pengajaran dengan klasifikasi sebagai berikut : Sistem pendidikan Mu’tazillah, Sistem Pendidikan Ikhwanu Al-Safa, Sistem Pendidikan Bercorak Filsafat, Sistem Pendidikan Bercorak Tasawuf, dan Sistem Pendidikan Bercorak Fiqih. Hasan Muhammad dan Nadiyah Muhammad Jamaluddin juga menyebutkan lima sistem, masing-masing Sistem pendidikan bercorak teologi, sistem pendidikan bercorak syi’ah, sistem pendidikan bercorak filsafat, sistem pendidikan Bercorak tasawuf, sistem pendidikan bercorak Fiqih (Hadits). Pembagian yang terakhir ini memasukkan sistem Ikhwan al-Safa ke dalam corak Filsafat dan memunculkan Syi’ah, yang sebenarnya sedikit atau banyak telah terlihat dalam Ikhwan Al-Safa. Adapun Institusi yang dipakai oleh masing-masing dapat digambarkan sebagai berikut :
1. Failasuf menggunakan : Dar Al-Hikmah, Al-Muntalinah, Warraqi’in.
2. Mutasawuf menggunakan Al-Zawaya, Al-Ribat, AL-Masajid dan Halaqat Al-Dzikir.
3. Syi’iyyin menggunakan Dra Al-Hikmah, Al-Masjid, pertemuan rahasia. Mutakallimin menggunakan Al-Masajid, Al-Maktabat, Hawarit, Al Warraqin dan Al-Muntadiyat.
4. Fuqaha’ dan Ahli Hadits : Al-Katatib, Al-Madaris, Al-Masajid.
Melihat data tersebut, jelaslah madrasah merupakan tradisi sistem pendidikan bercorak fiqh. Masing-masing sistem diatas memiliki institusi yang khusus walaupun umumnya memanfaatkan masjid. Namun, demikian madrasah dapat dianggap sebagai tradisi sistem pendidikan bercorak fiqh dan hadits, setidaknya pada masa Abbasiyah di Baghdad. Dengan kekhasannya itu, pada masa kekhalifahan Abbasiyah di Baghdad, madrasah merupakan lembaga pendidikan par excelene. Setelah perkembangan masjid dan kuttab, madrasah berkembang sangat pesat. Dalam sejarah Islam dikenal banyak sekali tempat dan pusat pendidikan dengan jenis, tingkatan dan sifatnya yang khas. (Ma’sum:1999:51)
Didalam buku “Madrasah sejarah dan perkembangannya” Ma’sum memberikan gambaran tentang eksistensi madrasah dalam membimbing dan mendidik umat Islam agar menjadi umat yang cerdas dan memilkiki kualita sumberdaya manusia yang handal. Dari latar belakng tersebut dapatlah dirumuskan beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini antara lain:
1. Bagaimanakah sejarah perjalanan madrasah dari masa Islam Klasik ?
2. Seberapa jauh perkembangan Madrasah di Indonesia ?
3. Bagaimanakah kebijakan pemerintah terhadap keberadaan Madrasan di Indonesia ?
B. PEMBAHASAN
B.1. Pengertian
B.1.1. Pengertian Madrasah
Istilah atau sebutan "madrasah" menurut bahasa Arab merupakan” اسم مكا ن” dari bentuk madhi " درس". Kemudian "madrasah" disebut sebagai "tempat mencari ilmu para pelajar",atau "tempat untuk memberikan pengajaran". Apabila dipahami dari sudut pandang bahasa Indonesia, kata "madrasah" memiliki arti "sekolah" walapun sebenarnya sebutan "sekolah" berasal dari bahasa inggris, yaitu school atau scola. Sungguhpun secara teknis, yakni dalam proses belajar-mengajarnya secara formal,madrasah tidak berbeda dengan sekolah, namun di Indonesia madrasah tidak lantas dipahami sebagai sekolah, melainkan diberi konotasi yang lebih spesifik lagi, yakni "sekolah agama", tempat di mana anak-anak didik untuk memperoleh pembelajaran tentang seluk-beluk agama dan keagamaan Islam. Madrasah dan sekolah Islam saat ini, dari segi substansi sama saja, karena masing-masing mengajarkan agama dan bahasa arab, sedangkan kurikulum lain mengikuti standar Nasional yang di tetapkan Badan Nasional Standar Pendidikan.Dalam prakteknya memang ada madrasah yang disamping mengajarkan ilmu-ilmukeagamaan , juga mengajarkan ilmu-ilmu yang diajarkan di sekolah-sekolah umum. Selainitu ada madrasah yang hanya mengkhususkan diri pada pelajaran ilmu-ilmu agama, yangbiasa disebut madrasah diniyyah Kenyataan bahwa kata " madrasah" berasal dari bahasa Arab, dan tidak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, menyebabkan masyarakat lebih memahami " madrasah" sebagai lembaga pendidikan Islam, yakni "tempat untuk belajar agama" atau "tempat untuk memberikan pelajaran agama dan keagamaan". Madrasah mulai dikenal sebagai sutu lembaga pendidikan Islam mulai abad ke lima belas sebab madrasah yang muncul itu tidak dikenal pada masa- masa sahabat dan tabi’in,melainkan setelah 400 tahun sesudah hijriyah (Prof.. Dr. Ma’sum, MA. 1999:60).
B.1.2. Karateristik Madrasah di Indonesia
Metode dan cara pengajarn di Madrasah memiliki kurikulum yang tidak sama dengan sekolah, Madrasah memiliki karakter tersendiri, yaitu sangat mengutamakan nilai agama comunitasnya. Sedangkan sekolah merupakan lembaga pendidikan umum dengan materi kurikulum yang terpengaruh kolonialis Eropa.
B.2. Sejarah Perkembangan Madrash
Sejarah perkembangan adrasah menurut Prof. Dr. KH. Ma’sum, MA di dalam bukunya “Madrasah Sejarah dan Perkembangannya” menjelaskan sejarah perkembangan menjadi beberapa fase, yaitu fase Islam Klasik, pertengahan dan masa kini ( sebagai sempel potrertnya) adalah pendidikan Islam atau madrasah di Indonesia.
B.2.1. Madrasah di Masa Islam klasik
Perkembangan Ilmu. Kaum Muslimin pada masa awal membutuhkan pemahaman Al-Qur’an sebagai apa adanya, begitu juga membutuhkan keterampilan membaca dan menulis. Ibu Khaldun mencatat bahwa pada awal kedatangan Islam orang-orang Quraisy yang pandai membaca dan menulis hanya berjumlah 17 orang. Semuanya laki-laki, pada masa Urmawi, masyarakat Muslim telah banyak memperhatikan Al-‘Ilm Al-Naqliyyah yaitu ilmu-ilmu yang berkaitan dengan Al-Qur’an al-Karim yang meliputi Al-Tafsir, Al-Qiraat, Al-Hadits dan Usul Fiqh, dan Al-Ulum Al-Lisaniyah seperti Ilm Al-Lughah, Ilm Al-Nahw, Ilm Al-Bayan dan Al-Abadi’. Pada masa Abbasiyah, sangat mungkin masyarakat muslim mulai berhubungan dengan Al-Ulum Al-Aqliyah atau ilmu kealaman, seperti kedokteran, filsafat dan matematika.
Kebutuhan ilmu pada masa awal Islam, yang menjadi kebutuhan utama ialah mendakwahkan Islam. Karena itu, sasaranpun pada mulanya ditujukan pada orang-orang dewasa. Jika diamati lebih lanjut, ternyata tempat-tempat pendidikan diatas, kecuali madrasah, bukan tempat yang disiapkan khusus untuk pendidikan. Masjid bahkan merupakan tempat yang multi guna. Selain fungsi utamanya untuk ibadah, masjid menjadi sentrum kegiatan masyarakat Muslim.Fungsi masjid sebagai tempat pendidikan dalam perkembangannya dipertimbangkan kembali, sehingga mendorong dibukanya lembaga-lembaga pendidikan baru. Beberapa alasan yang menjadikan penyelenggaraan pendidikan di masjid dipertimbangkan lagi ialah.
B.2.2. Sejarah Perkembangan Madrasah di Indonesia
Bahwa pertumbuhan madrasah di Indonesia merupakan akibat dari gerakan pembaharuan Islam di Indonesia yang terjadi pada awal abad 20 Msehi. Diamana gerakan pembaharuan tersebut di ilhami oleh beberapa faktor antara lain; (1) keinginan untuk kembali ada Al-Qur’an dan Hadits (2) faktor untuk melawan penjajah kolonial Belanda (3) faktoi memperkuat basis gerakan sosial, ekonomi, budaya dan politik (4) pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia.
Pertumbuhan madrasah di Indonesia juga dsebabkan oleh usaha dari penyesuaian atas tradisi persekoalahan yang dikembangkan oleh pemerintah Hindia Belanda. Sejak pemerintah penjajah Belanda menyalenggarakan pendidikan sekolah maka para tokoh Islam merespon dengan menyelenggarakan pendidikan sekolah derngan materi ajar pendidikan agama juga materi ajar umum seperti membaca, menulis, berhitung, baha, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan kebudayaan, ketrampilan- ketrampilan administrasi dan organisasi.
B.3. Kebijakan Pemerintah
Pemerintah dalam memandang lembaga pendidikan madrasah bisa dikatakan berat sebelah tidak seimbang dengan sekolah umum suasana ini telah terjadi sejak pemerintahan penjajah Belanda, penjajah Jepang, pemerintah orde lama, sampai dengan pemerintahan Orde Baru.
B.3.1.Pertumbuhan madrasah pada era pemerintahan Penjajah Belanda
Semasa pemerintahan penjajah Belanda pernah diberlakukan kebijakan dibidang pendidikan dengan ordonansi guru kemudian diikuti ordonansi sekolah- sekolah liar yang berujung pada epenutupan madrasah yang tidak memenuhi syarat ordonasi. Kebijaka penjajah belanda ini mendapatkan tanggapan dari para tokoh Islam dengan bersikap defensif dan bersikap progresif yang peda akhirnya memunculkan dua corak pendidikan Islam yang pertama; pendidikan tradisional pesantren (Ma’sum: 1999: 116). Yang kedua pendidikan sekolah Islam atau madrasah diberbagai wilayah baik di Jawa maupun di luar Jawa. (Ma’sum: 1999: 117).
B.3.2.Pertumbuhan Madrasah pada Era Penjajah Jepang
Pemerintah penjajah Jepang membiarkan madrasah- madrasah yang telah ditutup pada masa penjajah Belanda untuk dibukanya kembali. Namun demikian pemerintah penjajah Jepang tetap melakukan pengawasan ketat. Respon para tokoh Islam terhadap kebijakan Jepang ini mereka membentuk Majlis Islam Tinggi di Minangkabau yang dipimpin oleh M. Jamil Jambek dan Mahmud Yunus. Pada masa pemerintahan Penjajah jepang ini munculah madrasah model baru yaitu Madrasah Awaliyah. Yang waktu belajarnya dilaksanakan pada sore hari, dengan tujuan agar anak Islam yang sekolah disekolah umum pada sore harinya dapat mempelajari materi- materi ajar agama Islam.
B.3.2.Pertumbuhan Madrasah pada Era Awal Kemerdekaan dan Era Orde Lama
Kondisi pendidikan di Indonesia yang dua kecenderungan yaitu; pertama,kecenderungan dualistik (yang mengabaikan pendidikan Islam). Kedua integratif (yang mempertimbangkan pendidikan Islam). Kemudian perkembangan madrasah pada era Orde Lama dan awal kemerdekaan sangat terkait dengan keberadaan Departemen Agama yang mulai resmi berdiri pada tanggal 3 Januari 1946. Pada saat itu Departemen Agama mulai memberikan pengajaran agama di sekolah- sekolah negeri dan partikulir, memberi pengertahuan umum di madrasah, mengadakan Pendidikan Guru Agama (PGA) dan Pendidikan Hakim Islam Negeri /PHIN. (Ma’sum:1999:123).
Tampaknya pemerinta mengalami surut perhatiannya pada pendidikan agama Islam dengan ditetapkannya UU no 4 tahun 1950 dan Undang- undang No: 20 tahu 1954 karena isinya agak kurang menguntungkan pendidikan Agana Islam. Dan anehnya undang- undang ini masih terus diberlakukan hingga dekade 80-an.
B.3.3. Pertumbuhan Madrasah pada Era Orde Baru
Perkembangan madrasah pada era Orde Baru boleh dibilang cukup menggembirakan karena Orde Baru memiliki orientasi pemikiran bahwa madrasah harus dikembangkan dalam upaya pemerataan dan peningkatan mutu pendidikan, dan Orde Baru memiliki komitmen bahwa pendidikan agama adalah bagian yang integral dari pendidikan Nasional.
Pada akhir dekade 80-an pendidikan Islam memasuki era integrasi yang ditandai dengan munculnya Undang- undang Nomor:2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). UUSPN ini mencakup jalur sekolah dan luar sekolah, jenis pendidikan akademik, pendidikan profesional, pendidikan kejuruan dan pendidikan keagamaan.
Dengan melalui posisi integrasi pendidikan Islam ini akan meyakinkan kepada umat Islam bahwa pendidikan Nasional tidak bernuansa sekuler, madrasah masuk dalam kelompok pendidikan sekolah, madrasah memiliki jurusan khusus ilmu- ilmu syari’ah yang 70 % muatan kurikulumnya bidang studi agama.
Pada akhirnya bahwa perkembangan madrasah mengalami pertumbuhan yang cukup menggembirakan bagi umat Islam, karena menurut zamakhsari Dhofier yang dikutip oleh Ma’sum dalam buku (Madrasah Sejarah dan Perkembangannya:2009:161) madrasah bukan lagi terkesan sebagai lembaga pendidikan yang ekseklusif keagamaan, akan tetapi sudah merupakan lembaga pendidikan sekolah yang berkar pada budaya bangsa Indonesia.
C. KESIMPULAN
Kehadiran Islam dengan ajaran yang sangat sempurna dan menjadi agama yang terakhir memiliki cakupan yang multi dimensi termasuk didalamnya adalah bidang pendidikan. Islam sangat konsen dan menaruh perhatian yang sangat luarbiasa dalam bidang ilmu pengetahuan banyak ayat Al-Qur’an dan Hadits yang membahas tentang keutamaan ilmu pengetahuan dan keutamaan orang yang memiliki ilmu pengetahuan. Berbicara tentang ilmu pengetahuan maka disisi lain kita harus menyertakan lembaga pendidikan Islam yang dalam pembahasan makalah ini adalah “Madrasah Sejarah Dan Perkemangannya” yang telah di bahas pada poin pembahasan kemudian dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Bahwa " madrasah" berasal dari bahasa Arab, dan tidak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, menyebabkan masyarakat lebih memahami " madrasah" sebagai lembaga pendidikan Islam, yakni "tempat untuk belajar agama" atau "tempat untuk memberikan pelajaran agama dan keagamaan".
2. Sejarah muncul dan pertumbuhan Madrasah pada masa Islam klasik adalah dari Masjid kemudaian pada abad pertengahan Islam madrasah dibangun dengan mengikuti coran kelompok aliran dalam Islam, Prof . Dr. KH. Ma’sum, MA mengutip pendapat Hasan Abd, Al-Al, menyebutkan bahwa pada abad ke empat Hijriyah terdapat beberapa pendidikan Islam yang menggunakan lima sistem pengajaran dengan klasifikasi sebagai berikut : Sistem pendidikan Mu’tazillah, Sistem Pendidikan Ikhwanu Al-Safa, Sistem Pendidikan Bercorak Filsafat, Sistem Pendidikan Bercorak Tasawuf, dan Sistem Pendidikan Bercorak Fiqih. Kalau ditilik secara mendalam sebenarnya tradisi medrasah adalah pendidikan yang bercorak fiqih.
3. Kemudian sejarah dan perkembangan madrasah di Indonesian mengalami pasang surut, dimulai sejak zaman penjajahan Belanda madrasah selalu mengalami presur dan tekanan bahkan banyak madrasah yang ditutup pada saat penjajah belanda menerapkan ordonansi daa memang penguasa saat itu kebetulan punya misi zending kristen. Kemudian pada masa pemerintahan penjajah Jepang madrasah dibuka kembali bahkan dimunculkan madrasah Awaliyah yang memberi kesempatan para pelajar Islam untuk mempelajari agama disore hari. Pada masa pemerintaha Orde Lama madrasah kurang mendapat perhatian dari pemerintah buktinya terbit UU No:4 tahu 1950 dan UU No: 20 Tahun 1954.
Pada saat pemerintah Orde Baru Madrasah mengalami kemajuan yang, sebab pada akhir dekade 80-an pendidikan Islam memasuki era integrasi yang ditandai dengan munculnya Undang- undang Nomor:2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). UUSPN ini mencakup jalur sekolah dan luar sekolah, jenis pendidikan akademik, pendidikan profesional, pendidikan kejuruan dan pendidikan keagamaan.
DAFTAR PUSTAKA
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru (Jakarta: Logos,1999)
Ma’sum, Dr, Madrasah Sejarah dan Perkembangannya, Pamulang Timur, Logos Wacana Ilmu, 1999.
Karel A. Steenbrink, Beberapa Aspek Tentang Islam Di Indonesia (Jakarta: Bulan Bintang, 1982)

Jumat, 14 Oktober 2011

MAKALAH INI DI SUSUN

UNTUK DI PRESENTASIKAN

DALAM MENGIKUTI MATA KULIAH

FILSAFAT ILMU DAN METODE BERFIKIR

Dosen : Prof. Dr. H.CECEP SUMARNA, M.Ag

DI SUSUN OLEH
N A M A : IMAM GOZALI

SEMESTER : I ( SATU ) Th. 2010

KOSENTRASI MENEJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

A. PENDAHULUAN

Dunia rasional dan dunia empiris adala dunia nyata, konkrit dan dapat dibuktikan. Jelas bukan hanya khayalan. Eksistensinya tidak dapat di nafikan, bahkan justru dibutuhkan dan sangat bermanfaat bagi kehidupan umat manusia. Manusia akan menjadi manusia, ketika manusia dalam arti fisialnya, mampu memiliki kemampuan rasionalitas dan kenyataan empiris sebagai bagian dari kenyataan hidup setiap makhluk hidup, termasuk bagi manusia. Realitas ini dapat di manfaatkan sepenuhnya untuk kemakmuran hajat hidup manusia.

Menolak, menafikan dan meninggalkan sesuatu yang rasional dan empiris, akan mendorong manusia hanya menjadi sesuatu yang halus dan tidak mungkin tumbuh menjadi manusia yang empiris. Padahal dalam banyak hal, manusia justru tumbuh dari sesuatu yang empiris. Hidup dan berkembang, di dunia empiris.

Siklus alam telah mengajarkan kepada umat manusia bahwa di dunia ini terdapat sesuatu yang rasional dan sesuatu yang empiris. Mekanisme alam selalu berjalan di atas prisip- prip Sunnatulloh - alamaiyah yang sarat dengan dunia empiris dan rasional. Kejadiannya selalu pasti terulang, itu semua telah dianugrahkan tuhan kepada manusia. Pada sesuatu, baik yang rasional dan yang empiris, tidak dapat ditolak manusia. Ia adalah kenyataan yang tidak dapat diabaikan.[1]

Kemudian Tepatkah jikah disebutka bahwa semua kebenaran harus selalu memakai tolok ukur rasional dan selalu harus empiris ? Dapatkah pula disebutkan bahwa semua yang empiris dan semua yang rasional itu benar- benar menjadi benar dan dapat berguna secara far exellence bagi kehidupan umat manusia ?

Apakah tidak ada kebenaran lain, di luar kebenaran empiris an di atas kebenaran rasional ? Adakah dampak buruk yang mungkin timbul sebagai dampak dari paradigma dan anggapan bahwa kebenaran hanaya terdapat pada sesuatu yang rasional dan pada sesuatu yang empiris? Ragukah kita untuk sekedar mengakui bahwa di dunia yang provan ini ada kebenaran yang sulit dilogikakan dan sekaligus sulit ditemukan dalam kebenaran empiris.

Entahlah! Tetapi, dunia supra rasional dan meta empiris, dunia meta fisik, juga ternya memang nyata ada. Ternyata eksis. Inilah yang secara aksiologis, ternyata sangat berguna bagi umat manusia. Artinya, dunia supra rasional dan meta empiris, juga ternyata suka digunakan bukan saja oleh orang kampung yang awam, tetapi sekaligus dapat digunakan, dimanfaatkan dan dilakoni orang- orang kota yang mengklaim bahwa dirinya sangat akademik dan menguasai teknik- teknik keilmuan modern.[2] Apapun alasannya bahwa dunia meta fisika itu memang diakui oleh semua manusia baik yang terdpelajar maupun yang tidak itu benar- benar ada..

B. PENGERTIAN DAN PEMIKIRAN METAFISIKA

B. 1. Pengertian Meta fisika

Istilah Meta fisika berasal dari bahasa Yunani Meta (sesudah sesuatu ataun dbalik sesuatu) dan Phyisica ( nyata kongkret dan dapat diukur dan dijangkau panca indra). Makna umum dari metafisika adalah ilmu yang mengkaji tentang sesuatu yang eksistensinya berada dibalik yang fisik (nyata). [3]

Meta fisika juga dapat dikatakan sebagai ontologi. Dan ontologi itu sendiri adalah ilmu yang mempelajari tentang yang ada tetapi sesudah sesuatu yang fisik atau sesuatu sesudah yang fisik.

B.2. Pemikiran Metafisika

Berawal dari kesadaran tentang realitas atas tangkapan indra dan hati yang kemudian diproses akal untuk menentukan sikap dan pedirian mana yang benar dan mana yang salah terhadap sesuatu objek atau realitas. Cara seperti ini bisa disebut sebagai proses rasionalitas dalam ilmu. Sementara itu proses rasionalitas itu mampu mengatakan seseorang untuk memahami meta rasional sehingga akan muncul suatu kesadaran tentang realitas meta fisika yakni sesuatu yang terjadi di balik objek rasionalitas atau empiris yang bersifat pisik itu. Kesadaran ini yang juga disebut kesadaran transendensi,

Al-Qur’an menggambarkanya didalam surat Ali Imron:

191. (Yaitu) Orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka.[4]

Meta fisika merupakan salah satu cabang ilmu filsafat. Meta fisika sebagai cabang ilmu filsafat yang rumit dan sangat sulit, hal ini dikarenakan didalam bermetafisika dibutuhkan tenaga intlektual yang sangat banyak karena harus melakukan abstraksi. Ditambah lagi dalam bermetafisika permasalahan yang di bahas terkadang sangat abstrak jauh dari materi dan angka- angka. Jadi jangan berharap dalam bermetafisika kita dapat mengukur, membuktikan secara pasti seperti ilmu- ilmu pengetahuan yang menganut metode positiv. [5]

C. KLASIFIKASI METAFISIKA

Metafisika di kelompokkan menjadi dua (6), yaitu :

1. Meta Fisika Umum atau ( Meta Fisika Generalis) di sebut juga Ontologis; ilmu tentang yang ada atau disenut juga pengada, cabangnya yaitu ;

a. Idealisme

b. Matrialisme

c. Naturalisme

2. Metafisika Khusus atau disebut juga Meta Phyisica Specialis, adapun cabang- cabangnya yaitu;

a. Teologi

b. Kosmologi dan

c. Antropolgi

Pada makalah ini penulis akan mengungkap tentang metafisika bagaian yang kedua yaitu metafisika khusus atau meta physica Specialis sebab inilah metafisika yang sejati yang mebahas dunia dibalik sesuatu, yaitu ;

2.a. Teologi ( Ilmu Tentang Tuhan)

Teologi merupaka salah satu cabang filsafat yang mempelajari, menelusuri atau mencari tahu tentang hakekat tuhan dan makna keberadaan-Nya dalanm kehidupan. Sejak dahulu hingga saat ini peermasalahan tentang hakekat Tuhan tetap masih aktual dan tidak akan kunjung berhenti. Tuhan, oleh Plotinus disebut The One.[6]

Riil bahwa manusia tercipta dari tidak ada menjadi ada dengan tanpa turut merancang atau terlibat dalam penciptaan dirinya. Sebagaimana seorang anak kecil yang terlahir dari rahim uibunya, yang sama sekali dia tidak pernah diminta pendapat, bahkan unrtuk memilih warna kulit, postur tubuh, warna rambut ataupun bentuk wajahnya sewaktu dalam kandungan.

2.b. Kosmologi

Kosmolong hakekat gi adalah cabang filsafat meta fisika kgusus yang membahas dan mengkaji tentang hakekat alam semesta (cosmos) dan menyingkap tentang eksistensinya yang tersembunyi di balik fisiknya. Kosmologi membahas secara kefilsafatan tentang hal- hal yang berkaitan dengan eksistensi alam, aslnya, tujuannya, bagaimana alam ini terjadi, bagiamana alam berevolusi, bagaimana susunannya dan lain- lain.[7]

Kosmologi juga membahas secara kefilsafatan tentang hala- hal yang berkaitan dengan eksistensi ilahi (Tuhan) dalam penampakan microcosmos dalam pengalaman kehidupan disekitar manusia. Pertanyaan mengenahi eksistensi ilahi pada penampakan alam semesta yang ada di sekitar manusia, menjadi pertanyaan pertama yang terdapat pada benak manusia, karena secara individualit lahir dan berada di muka bumi ini setelah keberadaan alam semesta. Kemampuan bertanya pertama kalia adalah bertanya tentang lingkungan empirik yang dilihat, didengar, dirasa dan dicium disekitarnya. Yang kemudian dilanjutkan pertenyaan mengenai hal- hakl yang abstrak, tidak lagi pada sesuatu yang dapat dilihat, ditimbang dan ditangkap secara fisik saja. Dalam alam semesta terdapat dua kenyataan, yaitu ;

Pertama, kenyataan yang benar, keseluruhan yang abstrak, meta fisik, gaib, yang hanya dapat dimengerti melalui konsep. Sedanbgkan yang kedua adalah; kenyataan yang kecil yaitu kesatuan empirik yang dilihat, ditangkap dan ditimbang oleh peralatan indra fisik. Pembahasan kosmologi memperoleh posisi pengert yang lebih jelas yang pada dasarnya mencoba membahas hakekat alam semesta sebagai eksistensi Ilahi. Tentang kenyataan alam besar, sesuatu wujud keseluruhan jenis, yang bersifat absttrak, yang hanya dapat ditangkap dan dimengerti melalui konsep filsafat.

2.c. Antropologi

Antropologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu antrophos, yang berarti orang atau manusia dan logos berarti ilmu, jadi antropologi adalah suatu ilmu yang membahas tentang manusia dan hal- hal yang berkaitan dengannya. Antropologi adalah salah satu cabang filsafat yang mempersoalkan tentang hakekat manusia. Pertanyaan tentang hakekat manusia pada dasarnya merupakan pertanyaan yang telah lama, akan tetapi sampai dengan saat ini pertanyaan ini masih sering dibahas, walaupun tidaak pernah ada jawaban yang selesai atau final, karena semua jawaban yang ada selalu dipertanyakan kembali sesuai dengan perkembangan zaman.

Pada sisi lain manusi melihat kenyataan bahwa secara individual ia tidak pernah terlibat sedikitpun akan penciptaan ataupun proses kelahiran dirinya, karena dalam banyak hal ia terlahir dalam keadaan yang seutuhnya telah ditentukan oleh pihak luar dirinya.

Dari semua kenyataan tadi jelas bahwa manusia tidak pernah ikut andil dalam proses penciptaan dirinya, akan tetapi bukan berarti bahwa untuk selanjutnya manusia juga tidak berhan untuk menentukan ataupun ikut andil terhadap proses pendewasaan ataupun menentukan jalan hidupnya.

C. PENUTUP / KESIMPULAN

Dari narasi yang telah di uraikan pada poin perpoi mengenahi pembahasan tentang METAFISIKA” maka penulis dapat menyimpulkan bahwa ;

1. Metafisika itu adalah dunia yang ada dibalik sesuatu yang empiris, rasional atau dibalik yang bersifat fisik adanya dan yang tidak bisa kita pelajari kecuali dengan konsep.

Bahwa Ilmu yang menelusuri tentang Tuhan (Theologis), ilmu yang mempelajariu tentang Alam semesta (Cosmos) dan menyingkap tentang hakekat dan eksistensinya dibalik fisik alam semesta ini, juga ilmu yang membahas tentang manbusia (Antropologi)dan hal- hal yang berkaitan dengannya, merupakan obyek pembahasan metafisika.

sebagai cabang ilmu filsafat yang rumit dan sangat sulit, hal ini dikarenakan didalam bermetafisika dibutuhkan tenaga intlektual yang sangat banyak karena harus melakukan abstraksi. Ditambah lagi dalam bermetafisika permasalahan yang di bahas terkadang sangat abstrak jauh dari materi dan angka- angka. Jadi jangan berharap dalam bermetafisika kita dapat mengukur, membuktikan secara pasti seperti ilmu- ilmu pengetahuan yang menganut metode positiv

2. Bahwa makalah yang hanya tujuh halaman ini tidak akan mampu memuat uraian tentang Metafisika yang sesungguhnya kajiannya sangat luas dan banyak para failosuf yang memilki teori- teori tentang metafisika yang belum penulis muat dalam makalah ini. Maka solusinya adalah silahkan banyak membaca literatur- literatur yang telah tersedia pada lebarary center yang ada.

DAFTAR PUSTAKA :

Prof. Dr. H. Cecep Sumarna, M.Ag, Revolusi Peradaban Pn. Mulia Press, Bandung.

Prof. Dr. H. Cecep Sumarna, M.Ag, Filsafat Ilmu, Pn. Mulia Press, Bandung.

Jan Hendrik Rapar, Pengantar Filsafat, kanisius, Yogjakarta

Departemen Agama, Al- Qur’an dan Terjemahannya, Samara Mandiri,

PRESENTASI

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Yang terhurmat

Bapak Dosen : Prof. Dr. H.CECEP SUMARNA, M.Ag

Rekan- rekan Mahasiswa Pasca Sarjana pada

Kls Kosentrasi . MPI yang saya cintai dan banggakan

A. PENDAHULUA

Yang pertama penulis mulai dari menguraiakan dunia empiris/ dunia rasional. Dimana dunia rasional dan dunia empiris adala dunia nyata, konkrit dan dapat dibuktikan. Jelas bukan hanya khayalan. Eksistensinya tidak dapat di nafikan, bahkan justru dibutuhkan dan sangat bermanfaat bagi kehidupan umat manusia. Manusia akan menjadi manusia, ketika manusia dalam arti fisialnya, mampu memiliki kemampuan rasionalitas dan kenyataan empiris sebagai bagian dari kenyataan hidup setiap makhluk hidup, termasuk bagi manusia. Realitas ini dapat di manfaatkan sepenuhnya untuk kemakmuran hajat hidup manusia.

Kemudian bagian keduan, Penulis mengajak para pembaca untuk memasuki dunia Metafika yang mana dunia metafisika ini yang menjadi pokok pembahasan didalam makalah ini.

Untuk pembahasan Meta fisika ini penulis membagi menjadi dua pembahasan yang pertama :

Pengertian Metafisika dan Pemikiran MF (halam 3 dan 4)

Yang kedua :

Klasifikasi metafisika (halaman 5,6 dan 7)

Dalam pembahasan Klasifikasi ini penulis menguraikannya menjadi dua klasifikasi yaitu:

1. Meta Fisika Umum atau ( Meta Fisika Generalis) di sebut juga Ontologis; ilmu tentang yang ada atau disenut juga pengada, cabangnya yaitu ;

d. Idealisme

e. Matrialisme

f. Naturalisme

2. Metafisika Khusus atau disebut juga Meta Phyisica Specialis, adapun cabang- cabangnya yaitu;

g. Teologi

h. Kosmologi dan

i. Antropolgi

Yang terakhir penulis tutup dengan Kesimpulan (pada halaman 8) yang merupakan intisari dari pembahasan Metafisika pada makalah ini kalau berkenan penulis baca adalah :



[1] Prof. Dr. H. Cecep Sumarna, M.Ag, Revolusi Peradaban,`Mulia Press bandung cet.ke II, Th. 2009, hal 51 – 52.

[2] Ibid, halaman 52 - 53

[3] Prof. Dr. H. Cecep Sumarna,M.Ag. Filsafat Ilmu, Mulia Press bandung

[4] Departemen Agama RI, Al Qur’an dan terjemahannya, CV. Samara Mandiri, jakarta 1971, halaman 110.

[5] Opcit, halaman

[6] Jan Hendrik Rapar, Pengantar Filsafat, Yogjakata, Kanisius, Th. 2004, halaman 108

[7] Ibid, halaman 156