Laman

Minggu, 24 Maret 2013

PONDOK PESANTREN AL-MULTAZAM KHUSNUL KHOTIMAH KAB. KUNINGAN DALAM PERSPEKTIF SOSIOLOGI NEOFUNGSIONALISME (JEFFRY C. ALEXANDER) Interaksi Soaial Dalam Pondok Pesantren Al-Multazam Khusnul Khotimah Kab. Kuningan Dalam Perspektif Sosiologi Neofungsionalisme (Jeffry C. Alexander) Oleh DRS. H. IMAM GOZAI, M.Pd.I Mahasiswa Pasca sarjana IAIN SYEH NURJATI Cirebon Tugas Matakuliah Sosiologi Pendidikan A.PENDAHULUA 1. Latarbelakang Istilah pesantren berasal dari kata santri degan awalan pe-dan akhiran an berarti tempat tinggal santri. Soegarda Poerbakawatja yg dikutip oleh Haidar Putra Daulay mengatakan pesantren berasal dari kata santri yaitu seseorang yg belajar agama Islam sehingga dgn demikian pesantren mempunyai arti tempat orang berkumpul utk belajar agama Islam. Ada juga yg mengartikan pesantren adl suatu lembaga pendidikan Islam Indonesia yg bersifat “tradisional” utk mendalami ilmu tentang agama Islam dan mengamalkan sebagai pedoman hidup keseharian (2004: 26-27). Dalam kamus besar bahas Indonesia pesantren diartikan sebagai asrama tempat santri atau tempat murid-murid belajar mengaji. Sedangkan secara istilah pesantren adl lembaga pendidikan Islam dimana para santri biasa tinggal di pondok (asrama) dgn materi pengajaran kitab-kitab klasik dan kitab-kitab umum bertujuan utk menguasai ilmu agama Islam secara detail serta mengamalkan sebagai pedoman hidup keseharian dgn menekankan penting moral dalam kehidupan bermasyarakat. Pondok pesantren secara definitif tak dapat diberikan batasan yg tegas melainkan terkandung fleksibilitas pengertian yang memenuhi ciri-ciri yg memberikan pengertian pondok pesantren. Jadi pondok pesantren belum ada pengertian yang lebih konkrit karena masih meliputi beberapa unsur utuk dapat mengartikan pondok pesantren secara komprehensif. Maka degan demikian sesuai degan arus dinamika zaman definisi serta persepsi terhadap pesantren menjadi berubah pula. Kalau pada tahap awal pesantren diberi makna dan pengertian sebagai lembaga pendidikan tradisional tetapi saat sekarang pesantren sebagai lembaga pendidikan tradisional tak lagi selama benar. Tipologi Pondok Pesantren, ada beberapa tipologi atau model pondok pesantren yaitu : • Pesantren yg mempertahankan kemurnian identitas asli sebagai tempat menalami ilmu-ilmu agama (tafaqquh fi-I-din) bagi para santrinya. Semua materi yg diajarkan dipesantren ini sepenuh bersifat keagamaan yg bersumber dari kitab-kitab berbahasa arab (kitab kuning) yg ditulis oleh para ulama’ abad pertengahan. Pesantren model ini masih banyak kita jumpai hingga sekarang seperti pesantren Lirboyo di Kediri Jawa Timur beberapa pesantren di daeah Sarang Kabupaten Rembang Jawa tengah dan lain-lain. • Pesantren yg memasukkan materi-materi umum dalam pengajaran namun dgn kurikulum yg disusun sendiri menurut kebutuhan dan tak mengikuti kurikulum yg ditetapkan pemerintah secara nasional sehingga ijazah yg dikeluarkan tak mendapatkan pengakuan dari pemerintah sebagai ijazah formal. • Pesantren yg merupakan asrama pelajar Islam dimana para santri belajar disekolah-sekolah atau perguruan-perguruan tinggi diluarnya. Pendidikan agama dipesantren model ini diberikan diluar jam-jam sekolah sehingga bisa diikuti oleh semua santrinya. Diperkirakan pesantren model inilah yg terbanyak jumlahnya. (2002:149-150) • Pesantren yg menyelenggarakan pendidikan umum di dalam baik berbentuk madrasah (sekolah umum berciri khas Islam di dalam naungan DEPAG) maupun sekolah (sekolah umum di bawah DEPDIKNAS) dalam berbagai jenjang bahkan ada yg sampai Perguruan Tinggi yg tak hanya meliputi fakultas-fakultas keagamaan meliankan juga fakultas-fakultas umum. Pesantren Tebu Ireng di Jombang Jawa Timur adalah contohnya. Dinamika Pondok Pesantren, dalam perspektif sosiologi lembaga penidikan terutama yang berbasis di pesantren ini telah mengalami proses perubahan interaksi khusus komunitas pesantren. Ini menunjukkan bahwa ada gejala- gejala sosial yg dilakukan komunitas pesantren utuk memiliki komunitas tersendiri agar tidak tergangu dengan gaya interaksi masyarakat dalam tanda kutip pergaulan bebas (tidak terkontrol tidak tertib dan tidak memiliki tujuan keilmuan/ Scence oriented) untuk membangun generasi muda berkarakter keagamaan. Hal inilah rupanya yang diterapkan didalam lingkunga komunitas Pondok Pesantren Multazam di Kuningan. Gambaran tentang kehidupan social pesantren ini penulis akan memcoba memandang dari perspektif teori sosiologi Jeffry C. Alexander yang terkenal dengan teori neo fungsionalsme. 1. Bagaimanakah sesungguhnya interaksi sosial yang terjadi di pondok pesantren Al Multazam Kuningan ? 2. Bagaimanak struktur sosial yang ada di pondok Pesantren Multazam Kuningan ? Bagaimanakah interaksi sosial pesantren dengan masyarakat sekitar Pondeok Pesantren Al Multazam Kab. Kuningan ? 3. Sejauh manakan kesesuaian antara interaksi sosial pada komunitas pesantrsn dengan teori sosiologi Neofungsionalsme yang dikembangkan (Grend Theory) oleh Jeffry C. Alexander ? B. PEMBAHASAN  Karakteristik Konsep Pemikiran Neofungsionalisme dapat difahami antara lain: Pertama, Neofunctionalism beroperasi dengan model penggambaran masyarakat yang melihat bahwa masyarakat terdiri dari unsur-unsur yang terpola. Pola ini memungkinkan sistem untuk dibedakan dari lingkungannya. Bagian dari sistem ini adalah "hubungan simbiosis," dan interaksi mereka tidak ditentukan oleh beberapa bentuk yang menyeluruh. Dengan demikian, neofunctionalism menolak setiap monocausal determinisme, terbuka dan pluralistik. Kedua, Alexander berpendapat neofunctionalism yang mencurahkan perhatian yang sama terhadap tindakan dan ketertiban. Neofunctionalism juga dimaksudkan untuk memiliki arti tindakan luas, tidak hanya rasional tetapi juga tindakan yang ekspresif. Ketiga, Neofunctionalism mempertahankan kepentingan struktural-fungsional dalam penggabungan, bukan sebagai fakta tetapi lebih sebagai kemungkinan sosial. Keempat, Neofunctionalism menerima penekanan Parsonsian tradisional pada kepribadian, budaya, dan sistem sosial. Selain menjadi penting untuk struktur sosial, penafsiran dari sistem ini juga menghasilkan ketegangan untuk perubahan dan kontrol. Kelima, neofunctionalism berfokus pada perubahan sosial dalam proses pembedaan sistem sosial, budaya, dan kepribadian. Jadi, perubahan tidak disebabkan pada "ketegangan individu dan lembaga" (Alexander, 1985a: 10).  Karaktyeristik dan Profel Ponpes Al Multazam Husnul Khotimah Sekolah Islam Terpadu (SDIT) Al Multazam berdiri tahun 2002. Permulaan kerja membangun sistem manajemen sekolah tersebut pada bulan Desember 2002 yaitu dengan membuka program SDIT pada bulan Juli 2002. Setahun kemudian dibuka program untuk SMPIT, yang tepatnya pada tahun pelajaran baru Juli 2003-2004. Sekolah Islam Terpadu Al Multazam biasa disingkat dengan sebutan SDIT Al Multazam dilengkapi dengan Boarding School. Yayasan Yang Menaungi, SDIT Al Multazam Boarding School berdiri dibawah Yayasan Pendidikan Islam Al Multazam Husnul Khotimah. Yayasan tersebut berdiri dan diresmikan pada tanggal 2 Mei 2002 dengan akte pendirian Hjh. Itje Tresnawiyah, SK. No. 3 Tanggal 2 Mei 2002. Status SMPIT AL Multazam swasta murni dan pada Januari 2006, SMPIT Al Multazam telah terakreditasi A (Amat Baik) oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Kuningan. Struktur Yayasan Pendidikan Islam Al-Multazam Husnul Khotimah Susunanan pengurus lembaga pendidikan Pondok Pesantren Al Multazam Khusnul Khotimah yang dapat penulis sajikan dari hasil survey di lokasi pada tanggal 14 Nopember 2010 dengan responden pengurus lembaga pendidikan tersebut adalah sebagai berikut: a. Dewan Pendidri H. Sahal Subhan, SH. Pandu Suandhana H. Maman Kurman, SH. Titi Dwi Wulandari. Tita Eka Puspita b. Pembina Yayasan: H. Sahal Suhana, SH. Pandu Swandana Tita Eka Puspita Titi Wulandari c. Dewan Pengawas: KH. Kosasih Thoyib, Lc. MH. Pengurus Yayayasan: Ketua Yayasan: H. Maman Kurman, SH. d.Sekretaris: Asep Saputra e. Bendahara: Hj. Nining Rimawati f. Mudir: KH. Abdul Rosyid, Lc. M.Ag. 4. Profil Sekolah 1. Nama : SMP Islam Terpadu Al-Multazam 2. Nama Yayasan : YPI Al-Multazam Husnul Khotimah 3. Alamat yayasan : Desa Maniskidul Kec. Jalaksana Kab. Kuningan 4. Kepala Sekolah : Dul Ahmad Bachtiar, Lc. M.Pd.I 5. SK Pendirian : 421.2/88/Sosial 6. NPSN : 20246363 5. NSS : 202021512037 6. Jenjang Akreditasi : A (Amat Baik), Tahun 2006 7. Status Tanah : Milik Yayasan a. Surat Kepemilikan Tanah : Pribadi b. Luas Tanah : 15.000 m2 8. Data Siswa tahun 2009-2010 : 530 siswa 9. Data Ruang Kelas : 16 Ruang kelas (status milik sendiri) 10. Jumlah Rombongan belajar : 6 Rombongan belajar Kelas VII 5 Rombongan Belajar Kelas VIII 5 Rombongan Belajar Kelas IX 11. Guru : 39 orang 12. Kegiatan Belajar Mengajar : Pagi, Siang, dan Malam. 13. Sumber Dana Operasional : a. SPP (Sumbangan Pemb. Pendidikan) b. BOS 14. Sarana dan Prasarana Fisik : Memamadai, Sebagaimana terlihat pada gambar berikut: 15. Keterangan Gambar: 1.Kantor 2.Gedung SMP 3. Gedung SMA 4.Ruang Belajar Putri 5.Lab. Komputer Putra 6.Lab. Komputer Putri 7. Lab. Bahasa 8.Ruangan Masjid 9.Gedung SD 10. Lapangan Olahraga Basket, Bola Voly dan Bulu Tangkis 16. Visi SMPIT Al-Multazam adalah :"Menjadi sekolah unggulan kebanggaan umat". 17. Misi SMPIT Al-Multazam adalah sebagai berikut : 1. Mewujudkan sekolah yang professional 2. Menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar yang efektif dan efesien dengan pemanfaatan sumber daya yang ada. 3. Menciptakan budaya dan iklim pendidikan yang Islami. 4. Menciptakan tenaga kependidikan yang berkualitas, profesional, haroki dan Islami. 5. Mencetak ulama intelektual dan intelektual ulama. 6. Mengkader generasi dengan aqidah yang benar dan bersih serta memiliki akhlaqul karimah. 18. Tujuan Pendirian Sekolah : 1. Menyediakan lembaga pendidikan Islam alternatif. 2. Menjalankan amanah ummat dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. 3. Membangun institusi pendidikan yang Islami yang dapat menyiapkan siswa unggul. 4. Menjadi mitra keluarga dan masyarakat dalam mendidik generasi muda yang berkualitas dan kompetitif. 5. Mempersiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang tangguh dan siap menghadapi tantangan kehidupan global. 19. Program Unggulan SDIT Al-Multazam : 1. Tahfizhul Qur'an 2. Membiasakan berbahasa Inggris dan Arab aktif. Oleh karena itu, ditetapkan hari wajib berbahasa asing. 3. Olah Raga Prestasi. 4. Teknologi Informasi dan Komputer. 5. Matematika dan Sains (MIPA) 6. Belajar menerapkan cara hidup Islami. 7. Lingkungan Pembelajaran yang sangat mendukung. 8. Tanah dan bangunan milik sendiri 6. Diskripsi Umum Menejemen Pesantren Al Multazam Perilaku kepemimpinan kharismatik-tradisional pesantren sebenarnya bersandar kepada keyakinan bahwa kyai mempunyai kualitas luar biasa yang bersifat teologis, hal ini merupakan daya tarik pribadi kyai sebagai pemimpin-kekuasaannya berasal dari Tuhan. Fenomena kepemimpinan secara kolektif bersandar pada pembagian peran, tugas dan kekuasaan secara bersama, sehingga lahirnya kepemimpinan kolektif di pesantren diasumsi sebagai usaha bersama untuk mengisi jabatan baru karena tuntutan sosial masyarakat.Perubahan kepemimpinan tunggal yang mengacu pada figur kyai tertentu pada pola kepemimpinan kolektif semacam ini ternyata tidak menampik otoritas kyai yang menjadi ciri utama pesantren Al Multazam Khusnul Khotimah Kuningan, bahkan menempatkan kyai sebagai pengasuh yang terlembaga dalam dewan pengasuh (Lihat pada Struktur Yayasan Pendidikan Islam Al-Multazam Husnul Khotimah) Pengurus harian dan yayasan yang bertugas membenahi operasionalisasi yang dipegang oleh kyai muda dibantu sejumlah alumni dan santri, sehingga terjadi diversivikasi wewenang yang relatif merata, keputusan tidak muncul sepihak melainkan melalui mekanisme musyawarah seluruh komponen yang ada dalam kepengurusan dan yayasan pesantren. Observasi ini bertujuan untuk mendeskripsikan perilaku kepemimpinan kolektif di pesantren. Beberapa hal yang dapat dideskripsikan sehubungan dengan fokus penelitian ini adalah; perilaku kepemimpinan kolektif di pondok pesantren dalam proses pengambilan keputusan, pengendalian konflik, dan pembangunan tim. Sub fokusnya adalah; perilaku kepemimpinan, sumber otoritas dan ghirah kepemimpinan kolektif dan proses pengambilan keputusan, penyelesaian konflik dan pembangunan tim. Observasi ini merupakan penelitian lapangan dengan pendekatan kualitatif berjenis studi multi situasi pada 1 (satu) pondok pesantrenyaitu Pondok Pesantren Khusnul Khotimah / Multazam di Kabupaten Kuningan, Dalam menggali data peneliti banyak menggunakan wawancara mendalam dengan para kyai fungsionaris Dewan Pendiri, Dewan Pengawas, dan Dewan Pengurus, serta dari para pengurus harian-majlis a'wan, asaatidz, dan santri. Serta melalui observasi dan dokumentasi, data-data dianalisis secara interaktif dan komparatif konsan. Dari hasil observasi diketahui bahwa; pertama,perspektif kepemimpinan kolektif pesantren, semula teraktualisasi dari proses sosial-kultural, kemudian pada perkembangannya berubah kepada proses sosial-struktural berbentuk organisasi yang beranggotakan kyai-kyai/Asatidz dan kemudian disebut "Dewan Pengurus" yangmemimpin dan mengasuh santri secara bersama-sama (berjemaah) atau collective didasarkan pada seniouritas (masyayikh), dengan kedudukan majlis kyai sebagai badan tertinggi di pesantren, secara fungsional merupakan pembina pengurus harian dan pengurus yayasan, yang dibantu oleh majlis pengasuh putri, majlis a'wan dan pengurus pleno. Dan sedangkan kolektivitas kepemimpinan dalam majlis kyai berkecenderungan pada perilaku kepemimpinan kolektif-partisipatif bergantung kepada kapasitas peran dan otoritas yang dipenuhi para kyai, serta kewenangan yang diberikan kepada kyai muda. Kedua, kewenangan dewan- dewan tersebut secara kolektif di pesantren bersumber dari kesadaran bersama pada norma-norma yang telah diatur bersama, serta kesadaran personal beberapa kyai bersumber dari nilai-nilai keagamaan yang diyakini berupa kharisma (charismatic-religious), yang mempunyai tujuan dan ghirah pelembagaan kepemimpinan di pesantren Al Multazam Khusnul Khotimah Kuningan ini sebagai upaya pembagian tugas dan kekuasaan, sebagai wadah bermusyawarah, upaya kesinambungan pesantren dimasa-masa mendatang, responsif terhadap persoalan pendidikan masayarakat, dan meneladani Rasul Muhammad saw, sebagai pemimpin sejati. Dan sedangkan perilaku kepemimpinan kolektif di pesantren didukung oleh faktor kepribadian, faktor pendidikan, faktor pengalaman, dan faktor lingkungan para Asatidz di pesantren. Ketiga, Perilaku proses pengambilan keputusan majlis Asatidz dilakukan melalui musyawarah dan inisitif-inisiatif sebagai proses penetapan tujuan dan sosialisasi program dalam memperkaya gagasan dan keterlibatan semua pihak. Demikian juga proses penyelesaian konflik bersifat individual, mediasi, klarifikasi(tabayyun), proses ikrar dan perjanjian (tajdidun niyah), dan proses mija hijau (mahkamah), sebagai upaya penegakan syari'ah. Sedangkan proses pembangunan tim dilakukan melalui proses intensitas pertemuan dan pemerataan komunikasi diantara pengurus, pemanfaatan moment-moment, pelibatan para Nyai di pesantren, serta pemberian kompensasi (bisyaroh). Implikasi obserfasi ini dapat mengilhami pola kepemimpinan pesantren yang selama ini dipimpin secara tradisional, kompensional dan individual minded. Kemudian pembagian kekuasaan dan wewenang, serta tugas dan fungsi kepemimpinan akan semakin jelas dan terarah, karena menurut peneliti problem yang akan diahadapi pondok pesantren dimasa-masa mendatang semakin kompleks, sehingga refresentasi kepemimpinan kolektif semakin mungkin untuk modalitas perilaku kepemimpinan yang berkesinambungan (continual leadership) dan situasional kolektif-partisipatif. C. KESIMPULAN Dari latar belakang juga pembahasan Konsep teori sosiologi Jeffry C. Alexander, Profil dan gambaran umum tentang implementaqsi menejemn pengelolaan Pondok Pesantren Al Multazam Khusnul Khotimah, maka makalah ini dapat disimpulkan bahwa; Petama, proses aktivitas sosial di lingkungan pondok pesantren Al Multazam Khusnul Khotimah Kab. Kuningan secara tidak disadari oleh fihak lembaga tersebut sebagian telah mengimplementasikan konsep sosiologi Jeffry C. Aleksander ini tergambar dari pelaksanaan menejemen yang mengakibatkan komunitas pesantren ini terdiri dari unsure- unsure yang terpola. Penulis katakan baru nampak sebagian implementasi neofungsionalisme pada tataran interaksi komunitas pesantren tersebut karena interaksi sosialnya masih Mono monocausal determinisme, tidak terbuka dan pruralistik. Kedua, Proses interaksi antar santri sudah nampak adanya aplikasi teori sosiologi neofungsionalisme Jeffry C. Alexander, terbukti adanya hubungan yang simbiosis diantara para pengurus dengan pengurus, antara pengurus dengan santri, antara santri santri dengan santri dan antara pengurus Ponpes dengan para wali santri, antara fihak komunitas pesantren dengan masyarakat sekitar pesantren (Tetangga Pondok Pesantren/komunitas luar Pondok Pesantren). Dalam penulisan makalah ni pasti banyak kekurangan, maka penulis mohon saran dan masukan untuk perbaikan. Terimakasih semoga bermanfaat, Amin…