WUKUF DI PADANG AROFAH
DAN
PENGENALAN JATIDIRI MANUSIA
Oleh:
Drs.H. Imam Gozali,M.Pd.I
اَلْحِمْدُ ِللهِ الَّذِيْ نَوَّرَقُلُوْبَ الْمُؤْمِنِيْنَ
بِالْمَعْرِفَـةِ فَاطْمَنَّتْ قُلُوْبُهُمْ بِالتَّوْحِيدِ,اَشْهَـدُاَنْ لاَاِلَهَ اِلاَّاللهُ وَحْـدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ يَعْلَمُ
مَافِيْ السَّمَوَتِ وَمَافِيْ الاْرْضِ وَهُوَالرَّقِيْبُ الْمَجِيْدُ, وَاَشْهَدُاَنَّ
مُحَمَّدًعبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ اَنَارَالْوُجُوْدَبِنُوْرِدِيْنِهِ اِلَى يَوْمِ الْوَعِيْدِ.اَللَّهُمَّ صَلِّ
وَسَــلِّمْ عَلَى سيدنا محمد عَبْدِكَ وَرَسُــولِكَ ٍوَّعَلَى الِهِ وَاصَحْابِهِ
أَجْمَعِيْنَ. أَمَّابَعْدُ, فَيَا
أَيُّهَاالْمُسْلِمُوْنَ ! أُوْصِيْكُمْ
وَاِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ.
Duyufurrohman
Yang Dimulyakan Alloh,
Alhamdulillah pada siang yang cerah
dan penuh hikmah ini kita berkumpul di Arafah yang Allah muliakan untuk kita
sebagai tamu-Nya. Kita menjadi bahagian dari barisan jutaan hamba dalam posisi
duduk bersimpuh, kita mengabdikan segala potensi yang kita miliki, menyerahkan
segala eksistensi diri kita yang fana ini, semuanya untuk mengharap ridlo Allah
azza wa jalla. Pada saat ini kita bersyukur kepada Allah, karena pertemuan
raksasa hari ini semata-mata anugerah-Nya, seraya kita berharap semoga Allah
menerima kehadiran kita di tempat ini serta menerima semua amal ibadah
kita.Semoga hari ini Allah menerima taubat kita, dan kita betul-betul kembali
kepada kesucian terbebas dari segala dosa, kembali menjadi manusia bersih tanpa
noda apapun seperti kita lahir dari ibu kita masing-masing.
Di padang
Arofah yang menghampar luas bagai padang Makhsyar tempat berkmpul umat
manusia kelak dikala akan diperhadapkan pengadilan Alloh ini, marilah kita
temukan ma’rifatun Nafes yaitu pengetahuan
sejati tentang jati diri kita sebagai hamba Alloh. Dan di sini pula kita akan menyadari
tentang langkah-langkah dan lika-liku kehidupan yang telah kita tempuh dan kita
arungi selama ini.
Dengan
mendekat (taqarrub) kepada Allah, maka manusia akan mengenal Allah. Dan dengan
mengenal Allah, manuasia akan mengenal dirinya sendiri. Selama ini mungkin kita
sudah sulit mengenali diri kita sendiri, karena begitu banyaknya topeng-topeng
yang telah menutupi wajah kita. Topeng jabatan, topeng politik, topeng status
sosial, dan topeng-topeng lainnya yang makin menjadikan kita tidak mengenali
wajah asli kita, dan kita terjebak pada sifat angkuh, sombong dan egois.
Topeng-topeng
keduniaan yang fana ini telah menjadikan manusia masuk ke dalam masa-masa yang
penuh tipu daya, sebagaimana diisyaratkan oleh Rasulullah saw dari Imam Abu
Hurairah ra :
إِنَّهَا
سَتَأْتِي عَلَى النَّاسِ سِنُونَ خَدَّاعَةٌ يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ
وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ وَيُخَوَّنُ فِيهَا
الْأَمِينُ وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ قِيلَ وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ قَالَ
السَّفِيهُ يَتَكَلَّمُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ
“Sesungguhnya akan datang kepada manusia tahun-tahun penuh tipu
daya. Para pendusta dipercaya sedangkan orang jujur dianggap berdusta.
Penghianat diberi amanah sedangkan orang yang amanat dituduh khianat. Dan pada
saat itu, para Ruwaibidhah mulai angkat bicara. Ada yang bertanya, ‘Siapa itu
Ruwaibidhah?’ Beliau menjawab, ‘Orang dungu yang berbicara tentang urusan orang
banyak (umat).” (HR. Ahmad)
Saat inilah
topeng-topeng itu terbuka, dan kita mengenali jati diri kita sebenarnya.
Selanjutnya kita hanya mengenal Allah Dzat Yang Maha Agung yang menjadi jalan
dan tujuan hidup kita.
لَبَّيْكَ
اَللَّهُمَّ لَبَّيْكَ, لَبَّيْكَ
لاَشَـرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ, إِنَّ
الْحَمْدَوَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَشَـرِيْكَ لَكَ
Ya Allah,
kami ikhlas datang memenuhi panggilan-Mu, kami ridho berkumpul dan duduk
bersimpuh di atas hamparan padang Arafah ini. Kami bahagia Ya Rab dengan segala
kesederhanaan ini, kami bangga melepas segala atribut kesombongan kami, agar
kami biasa merasakan keluh-kesah saudara-saudara kami yang banyak susah. Karena
itu, hantarkan kami Ya Allah untuk menjadi hamba-Mu yang tulus dan pasrah untuk
memenuhi panggilanMu.
Bebaskan
kami dari segala kesombongan dan ketakaburan hanya karena derajat semu yang
sering kami bangga-banggakan. Gantikan pada hari ini Ya Rab segala kepalsuan
dengan ampunan yang Engkau berikan kepada kami.
لَبَّيْكَ اَللَّهُمَّ لَبَّيْكَ
Di atas
padang Arafah ini, di bawah panasnya cahaya matahari kembali terbayang isyarat
Rasulullah saw tentang padang mahsyar yang tak seorangpun dapat menghindarinya
setelah kita bangkit dari barzah. Kita akan berkumpul di mahsyar. Jika pada
hari ini kita bisa bersabar bertahan menjadi penghuni di padang tandus ini,
semoga Allah menguatkan kita kelak ketika kita berbaris menghadap-Nya di padang
Mahsyar. Kita akan bertemu ketika mulut tidak lagi sanggup berbicara, hanya
tangan dan kaki yang lantang memberikan kesaksian.
الْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلَى أَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا أَيْدِيهِمْ
وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Pada hari (kiamat) ini Kami tutup mulut mereka; dan
berkatalah kepada Kami tangan mereka, dan memberi kesaksian kaki mereka,
terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.” – (QS.36:65)
Itulah
yaumul hisab, hari dihitungnya amal-amal perbuatan kita, hari pengadilan, hari
penyesalan dan hari dibukanya semua aib manusia.
لَبَّيْكَ اَللَّهُمَّ لَبَّيْكَ, لَبَّيْكَ
لاَشَـرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ
Kesanggupan
kita untuk memenuhi panggilan Allah untuk menghadiri pertemuan raksasa di
Arafah saat ini bukan tanpa beban. Sebab kepergian kita ke tanah suci ini kita
meninggalkan keluarga, saudara, masyarakat, dan bahkan meninggalkan bangsa yang
tengah diliputi oleh kerisauan di tengah hiruk pikuk suasana sosial politik
yang nyaris tak pernah berhenti melilit nasib dan menguras energi dan tenaga
bangsa kita.
Kepergian
kita bukan untuk menghindari berbagai kegaduhan yang melelahkan itu. Tidak sama
sekali. Kita tidak berniat untuk lari dari situasi itu, justru sebaliknya
kepergiaan kita di tempat ini untuk mengadukan nasib bangsa kita itu kepada
Allah Yang Maha Penyayang, dengan harapan semoga Allah berkenan memberikan
pertolongan, perlindungan untuk keselamatan bangsa dan negara kita.
Di tempat
ijabah Padang Arafah ini kita memohon kehadirat Allah, kiranya Allah terus
tetap mencurahkan kasih sayang dan perlindungaNya agar momentum-momentum
politik yang melibatkan bangsa kita di beberapa hari mendatang tetap memberikan
hikmah dan manfaat dan tidak melahirkan madharat dan mafsadat yang dapat
menyengsarakan bangsa. Semoga Allah SWT dapat mentakdirkan lahirnya
pemimpin-pemimpin bangsa yang dapat menyelamatkan aqidah dan akhlak,
pemimpin-pemimpin yang dapat memakmurkan dan mensejahterakan kehidupan
masyarakat bangsa dan negara, pemimpin-pemimpin yang mencintai rakyat agar
rakyatpun mencintai mereka.
Kini pada
hari yang agung ini, di atas panggung Padang Arafah dalam kenetralan suasana
batin, mari kita lakukan evaluasi dan mawas diri apakah keikutsertaan kita
dalam setiap tahapan demokrasi dapat membuahkan hikmah dan manfaat bagi umat
atau malah memudzirkan setiap energi yang kita keluarkan karena tidak dapat
membuahkan hikmah dan manfaat bagi umat.
Di tengah
teriknya matahari di atas punggung Arafah ini, marilah kita telanjangi jiwa
kita, apakah keterlibatan kita dalam menentukan pemimpin baik legislatif maupun
ekskutif karena ketulusan, ataukah terdorong oleh emosi, ambisi pribadi atau
ambisi kekuasaan yang melahirkan hiruk-pikuk kegaduhan di tengah masyarakat.
Kepemimpinan
adalah keputusan Allah yang diberikan kepada siapa yang dikehendaki-Nya.
Kepemimpinan dan jabatan tidak selalu identik dengan kemuliaan. Banyak orang
yang memperoleh kekuasaan dan jabatan tetapi tidak memperoleh kemuliaan,
sebaliknya tidak sedikit orang yang memiliki kemuliaan tanpa mempunyai
kekuasaan dan jabatan. Kita tidak perlu dan tidak boleh memaksakan sehingga
harus melakukan segala cara yang tidak dibenarkan. Kemenangan dan kekalahan
dalam memperoleh kekuasaan dan kepemimpinan hanyalah proses dalam wilayah
manusia. Allah bisa saja menguji dengan kemenangan, padahal sesungguhnya Allah
tidak ridha dengan kemenangan itu.
قُلِ
اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ
الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ
بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِ ير
“Katakanlah: ‘Wahai Rabb Yang mempunyai kerajaan,
Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki, dan engkau cabut
kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau
kehendaki, dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah
segala kebaikan. Sesungguhnya, Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” –
(QS.3:26)
Nubuwah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, mengisyaratkan:
لَنْ تَقُومَ السَّاعَةُ
حَتَّى يَسُودَ كُلَّ قَبِيلةٍ مُنَافِقُوهَا .
“Tidak akan terjadi kiamat sebelum setiap kabilah
dipimpin oleh orang-orang munafiqnya.”(Hr. Ath-Thabrani)
Jika
kekuasaan negara dipegang oleh orang-orang munafiq, niscaya erosi akan melanda
keyakinan umat, dan mengikis jiwa agama dari hati rakyat. Prilaku rakyat yang
kering dari ajaran agama akan menyuburkan kemaksiatan dan kedurhakaan kepada
Allah Swt.
Khalifah
Umar bin Khatthab radiyallahu ‘anhu mengingatkan bahwa kerusakan sistem pemerintahan
dan dikuasainya berbagai urusan oleh orang-orang yang fasik merupakan sebab
kehancuran pilar-pilar masyarakat.
“Suatu negeri akan hancur meskipun dia makmur,” kata
beliau. Para sahabatnya bertanya, “Bagaimana suatu negeri akan hancur sedangkan
kondisi rakyatnya makmur?”
Khalifah
Umar menjawab, “Jika orang-orang durhaka menjadi pejabat negara dan harta
dikuasai oleh orang-orang yang fasik.” Ketika pemimpin eksekutif, legislatif,
dan yudikatif dijabat oleh orang-orang yang tidak mengindahkan ajaran agama,
tidak berpegang pada hukum Allah dan Rasul-Nya, maka dia sulit membedakan yang
benar dan salah, antara petunjuk Allah dan tipuan setan, antara maslahat dan
muslihat.
Di tengah
hingar bingarnya demokrasi ini, berapa banyak orang-orang yang naik jadi
pemimpin bukan karena reputasi intelektual maupun moral, melainkan popularitas
dan banyak uang. Munculnya pemimpin dengan latar belakang seperti itu, hanya
akan menjadi pelopor kemungkaran yang akan menjerumuskan rakyatnya ke neraka.
Lalu,
manfaat apa yang dapat diharapkan rakyat dari pemimpin berkualitas rendah,
dengan dosa sosial serta moral yang bertumpuk ? Allahu musta’an. Semoga Allah
menjauhkan dan melindungi kita dari pemimpin-pemimpin seperti itu.
Saat kita
bertaqarub bersimpuh di hadapan Allah di bawah terik matahari yang menyinari
padang Arafah ini, kita muhasabah, menanyakan pada diri kita sendiri-sendiri,
mungkin tanpa kita sadari kita telah ikut serta menciptakan situasi yang
seperti itu akibat ambisi dan egoisme yang melilit. Kita bertaubat memohon
ampunan-Nya, seraya memohon kasih sayang-Nya, semoga sekembali kita ke tanah
air nanti, kita sudah dapatkan pemimpin-pemimpin negeri yang amanah, yang
mencintai dan dicintai oleh rakyat, menegakkan aqidah dan akhlak serta mampu
membawa kesejahteraan dan kemakmuran.
Semoga Allah
memberikan kekuatan dan bimbingan untuk mewujudkan ummatan wahidah umat yang
utuh. Merawat keutuhan Ukhuwah Islamiyah, sehingga kita yang hadir di sini saat
ini dan saudara-saudara kita di tanah air dapat terbebas dari belenggu
kemunafikan, terhindar dari jeratan ketakaburan serta dapat bimbinganNya sampai
akhir zaman.
لَبَّيْكَ
اَللَّهُمَّ لَبَّيْكَ, لَبَّيْكَ
لاَشَـرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ
Saat ini
kita dengan berpakaian ihrom, kita menganggalkan pakaian biasa, berarti kita
menanggalkan segala macam perbedaan dan menghapuskan keangkuhan, kesombongan
dan egoisme pribadi atau golongan. Perbedaan yang ada diantara manusia tidak
untuk dipertentangkan, karena menyadari bahwa yang membedakan kita di hadapan
Allah hanyalah tingkat ketaqwaan kita kepada-Nya, bukannya tingkat ekonomi,
status sosial, latar belakang etnis dan budaya, apalagi aspirasi politik.
يَاأَيُّهَا
النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا
وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ
اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di
antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (Q.S. Al Hujurat
: 13)
Dengan
pakaian ihram timbullah pengaruh psikologis, bahwa dalam keadaan yang
demikianlah seseorang menghadap Tuhan pada saat kematiannya. Bukanlah ibadah
haji adalah kehadiran memenuhi panggilan Allah ?. Untuk beribadah haji kita
diperintahkan untuk berbekal
وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَاأُولِي
الْأَلْبَابِ
“… berbekallah, sesungguhnya sebaik-baik bekal itu
ialah taqwa. Bertaqwalah kepada-Ku, hai orang-orang yang berakal.” (Q.S.Al
Baqarah : 197).
Untuk memenuhi panggilan Allah kelak (kematian),
sudahkah kita menyiapkan perbekalan ?
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ
وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada
Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk
hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (Q.S.Al Hasyr : 18)
لَبَّيْكَ
اَللَّهُمَّ لَبَّيْكَ, لَبَّيْكَ
لاَشَـرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ
Ibadah haji
sesungguhnya lebih merupakan perjalanan rohani dari pada perjalanan jasmani,
karena tujuan hakiki perjalanan haji bukanlah semata-mata Makkah, Arafah,
Mudzalifah, Mina ataupun Madinah. Bukan pula semata-mata thawaf, sa’i, wukuf
atau melontar jumrah. Tetapi, tujuan sesungguhnya adalah Allah SWT dengan
seluruh kecintaan dan keridhaan-Nya.
Kemabruran
haji dapat dilihat dari bekasnya simbol-simbol yang indah tersebut dalam
kehidupan sehari-hari. Apakah sekembali dari Tanah Suci ia telah mampu
melepaskan kesombongan dan egoisme ?. Masih adakah keangkuhan di dalam jiwanya
?. Masih terasa adanya perbedaan derajad kemanusiaan ?, masih ingin menang
sendiri dan menindas orang lain ?.
Kemabruran
haji harus terus dipertahankan dengan terus melakukan upaya terjadinya
perubahan dan peningkatan dalam kesadaran beragamanya, yang meliputi sikap
istiqomah dalam beragama, peningkatan kualitas ibadah, peningkatan kualitas
akhlak dan komitmennya terhadap perjuangan Islam.
Ibadah Haji
adalah rangkaian ritual yang didominasi dengan dzikir. Mulai dari berihram,
thawaf, sa’i, wukuf sampai dengan mabit di Mudzalifah, Mina dan melontar
Jumrah.Tetapi, setelah menyelesaikan rangkaian ritual haji tersebut Allah SWT
memerintahkan kita untuk kembali berdzikir :
فَإِذَا
قَضَيْتُمْ مَنَاسِكَكُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَذِكْرِكُمْ آبَاءَكُمْ أَوْ
أَشَدَّ ذِكْرًا
“Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka
berzikirlah (dengan menyebut) Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan)
nenek moyangmu, atau (bahkan) berzikirlah lebih banyak dari itu. (Q.S.Al
Baqarah : 200)
Hal tersebut
adalah agar adanya konsistensi kesalehan atau istiqomah. Jangan sampai
sekembali dari tanah suci seseorang kemudian merasa terlepas dari kendali dan
pengawasan Allah. Akibatnya, imannya menjadi labil. Istiqomah adalah kokoh
dalam memegang prinsip-prinsip aqidah, dan konsisten dalam beribadah. Kokohnya
aqidah ditandai dengan adanya pengakuan akan keesaan Tuhan serta penolakan
terhadap segala macam bentuk kemusyrikan serta adanya keyakinan tentang neraca
keadilan Tuhan dalam kehidupan ini yang puncaknya akan diperoleh pada hari
akhir kelak.
Konsistensi
beribadah akan terus terpelihara, seperti ketika berada di tanah suci. Pendek
kata, indikasi sikap istiqomah bagi seseorang sekembalinya dari beribadah haji
akan terlihat dari sikap dan perilakunya:
Meskipun dihadapkan dengan berbagai persoalan hidup, ibadah tidak pernah
redup
Dicaci ataupun dipuji, sujud pantang berhenti.
Kantong kering ataupun tebal, tetap memperhatikan haram-halal;
Meskipun memiliki berbagai fasilitas kenikmatan, tidak tergoda melakukan
kemaksiatan
Saat wukuf inilah saat ketika kita mengunjungi Allah, maka setelah itu
hendaklah kita selalu mengundang Allah agar mengunjungi “rumah kita”. Pintu
hati senantiasa terbuka dan dipersiapkan untuk menerima kunjungan-Nya.
Di sini dan pada saat inilah kita bersihkan segala kotoran yang menyelimuti
kehidupan kita yang fana ini. Kita netralkan dengan proses pertobatan yang
sesungguhnya pada momentum wukuf di padang Arafah ini. Allah sendiri yang
menjamin diterimanya pertaubatan itu.
Saat ini, di
luar tenda tempat kita bernaung saat ini ada jutaan hamba-hamba Allah yang
menjadi lambang persaudaraan umat sejagad. Di kanan-kiri kita datang saudara-saudara
kita dari segala pelosok dunia di tengah keletihan jiwa dan raganya mereka
menengadahkan tangan, memusatkan perhatiannya kepada Allah. Di tengah hamparan
lautan jutaan manusia yang meliputi padang tandus Arafah ini kemudian Allah
menyeru memerintahkan kepada malaikan-Nya: “Hai malaikat-Ku, lihatlah
hamba-hamba-Ku. Meraka datang dari berbagai pelosok bumi. Mereka datang dengan
pakaian yang penuh debu. Mereka datang dengan rambut yang kusut masai. Saksikan
wahai malaikatKu, aku maafkan semua dosa dan kesalahan orang yang datangpada
hari ini di tempat ini. Aku maafkan mereka atas segala khilaf yang pernah
mereka lakukan”.
Allah SWT
akan memaafkan dosa dan kesalahan kita apabila kita sendiri jujur mengakui
dosa-dosa kita, dan kita berusaha dengan sungguh-sungguh melakukan taubatan
nashuha : berhenti dari dosa, menyesalinya dan berjanji tidak mengulanginya.
لَبَّيْكَ اَللَّهُمَّ لَبَّيْكَ, لَبَّيْكَ لاَشَـرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ
Marilah kita
tundukkan kepala kita, kita bukakan lebar-lebar mata hati dan pendengaran kita,
kita pasrahkan setulus-tulusnya kepada Allah di puncak ibadah haji wukuf di
Arafah ini.
Marilah kita bersihkan segala bentuk kekeliruan dan
kesalahan kita.
اَللَّهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ
الدَّعْوَاتِ.
Ya Allah
Yang Maha Agung. Kami datang memenuhi panggilanMu ya Rab. Kami
sesungguhnya malu untuk menghampiriMu kalau bukan karena perintahMu. Izinkan
kami memohon semoga Engkau berkenan mendengarkan pengakuan dan rintihan kami.
Ya Allah
Yang Maha Kuasa. Betapa kecil arti kehadiran kami di padang Arafah yang luas
ini. Bahkan semakin kecin karena terkubur tumpukan dosa dan kesalahan kami.
Rab,
tataplah kami, Engkau akan menemukan kami dalam keadaan kotor. Sapalah kami,
agar kegelisahan kami berubah menjadi ketenangan.
Lihatlah
kami Ya Rab, betapa tidak pantasnya kami berpakaian ihram ini. Kalau saja bukan
karena Engkau yang memanggil kami, kami tidak pernah berada di sini.
Kami duduk
di Arafah ini bukan karena kami pantas Ya Rab. Kehadiran kami bersama jutaan
hamba-hambaMu bukan karena kami unggul dan suci, justru karena kami adalah
hamba-hamba yang lemah dan penuh noda. Jika Engkau berkenan maka kami ingin
membakar semua watak kebinatangan kami. Kami ingin membasmi semua kemunafikan
dan ketakaburan kami. Kami ingin terbebas dari penjara egoisme yang menyesatkan
kami.
Yaa Allah
Tuhan Yang Maha Perkasa, kami sadar kami belum sempurna menjadi hambaMu seperti
yang Engkau perintahkan, tetapi kami tetap ingin setiap langkah kami senantiasa
mendapat RidhaMu Yaa Rab.
Sesungguhnya
kami malu bersimpuh di padang Arafah ini, kami malu menjerit bertaubat di
tengah suasana wukuf ini. Kami malu memenuhi panggilanMu untuk bersujud di baitullah
bersama jutaan hambaMu yang sholeh. Kami malu meminta kepadaMu di tengah
kelalaian menegakkan ajaran-Mu.
لَبَّيْكَ
اَللَّهُمَّ لَبَّيْكَ, لَبَّيْكَ
لاَشَـرِيْكَ لَكَ لَبَّيْك
Kami masih
sering meninggalkan perintahMu. Yaa Allah betapa besar anugrah nikmat yang
Engkau berikan kepada kami. Betapa besar pengharganMu memberikan kesempatan
kepada kami duduk di Arafah ini. Kami tidak merasa layak menerima penghargaanMu
ini Ya Rab.
Rab, kami
ini tidak lebih dari hamba-hambaMu yang hina. Kami tidak lebih dari
hamba-hambaMu yang lemah. Hamba-hambaMu yang tidak pernah sepi dari perbuatan
khilaf. Hamba-hambaMu yang senantiasa berlumuran dengan dosa dan kesalahan.
Terimalah kehadiran kami, terimalah wukuf kami, terimalah taubat kami.
Yaa Allah,
Yaa Rabbana. Dalam menempuh perjalanan hidup kami yang kian menepi, kami tidak
ingin berujung dalam kekufuran ataupun ketakaburan. Dalam menjalankan sisa usia
hidup kami, kami ingin berakhir dengan khusnul khatimah. Kami ingin Ya Allah
Yang Maha Penyayang keberakhiran keberakhiran hidup kami meninggalkan
jejak-jejak yang Engkau nilai sebagai kebajikan agar seluruh nafas yang kami
hembuskan selalu memancarkan Tauhiidullah. Agar setiap langkah yang kami
kerjakan dalam hidup kami menjadi amanah ibadah, untuk itu wahai Allah Rabbul
Izzati, hindarkan kami dari tindakan menyekutukanMu dengan alasan apapun.
Hindarkan
kami dari sikap permusuhan sesama kami. Hindarkan kami dari kebiasaan
mensia-siakan waktu untuk mengabdi hanya kepadaMu. Hindarkan kami dari
sifat-sifat kemunafikan, keangkuhan dan ketidak jujuran.
Yaa Allah,
perkenankanlah kami menumpahkan segala penyesalan atas segala kelalaian,
ketakaburan, kesombongan dan kemunafikan di hadapanMu Yaa Allah.
Yaa Allah,
Engkau telah turunkan kepada kami agama yang benar, agama Islam, bahkan kami
telah mengimaninya. Tetapi dengan jujur kami mengakui belum bersungguh-sungguh
menjalankan ajaran agamaMu yang kami yakini itu.
Engkau telah
turunkan Al Qur’an dan As-Sunnah sebagai pedoman hidup kami, tetapi kami belum
bersungguh-sungguh mengkajinya, menghayatinya dan mengamalkannya.
Engkau telah
berikan tauladan hidup Rasulullah saw, tetapi kami belum bersungguh-sungguh
mengikuti jejak langkahNya, mencontoh akhlak dan pribadinya.
Engkau telah
memberitahu kami, bahwa iblis dan setan adalah musuh kami yang akan menyesatkan
dan mencelakakan kami, tetapi kami sering menjadi pengikutnya, menuruti
bujukannya dan tidak memusuhinya.
Engkau telah
ajarkan kepada kami bahwa kehidupan dunia ini adalah kehidupan sementara, dan
kehidupan yang abadi adalah di akhirat kelak. Tetapi kami sering lupa seakan
kehidupan ini hanya dunia yang fana semata. Kami habiskan energi dan waktu kami
untuk kesenangan di dunia, kami tidak sungguh-sungguh mempersiapkan bekal untuk
kehidupan akhirat kelak
Engkau telah
ajarkan bahwa harta dan kedudukan adalah amanah titipan yang harus kami jadikan
bekal untuk ibadah kepadaMu. Tetapi kami sering menjadikannya tujuan hidup
kami, sehingga harta dan kedudukan menjadi penghalang beribadah kepadaMu. Kami
sering tidak pandai memanfaatkan harta dan kedudukan, bahkan kami sering
diperbudak olehnya.
Yaa Allah,
kami tahu bahwa surga itu keindahan dan kenikmatan, tetapi kami sering berbuat
yang menjauhkan kami dari surga yang indah itu.
Kami tahu
bahwa neraka itu adalah penderitaan dan penyesalan, tetapi kami kerap berbuat
yang dapat membuat kami menuju azab neraka.
Ampunilah
kami Yaa Allah, siramilah kami dengan Rahmat dan KasihsayangMu.
اَللَّهُمَّ
انْصُرْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ النَّاصِرِيْنَ وَافْتَحْ لَنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الْفَاتِحِيْنَ
وَاغْفِرْ لَنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الْغَافِرِيْنَ وَارْحَمْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ
الرَّاحِمِيْنَ وَارْزُقْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الرَّازِقِيْنَ وَاهْدِنَا
وَنَجِّنَا مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِيْنَ وَالْكَافِرِيْنَ.
اللَّهُمَّ
اَصْلِح جَمِيْعَ وُلاَةِ الْمُسْلِمِيْنَ وَاَهْلِكِالْكَفَرَةَ
وَالْمُشْرِكِيْنَ, وَانْصُرِالاْسْلاَمَ
وَالْمُسْلِمِيْنَ, وَاَعْلِ
كَلِمَتَكَ اِلَى يَوْمِالدِّيْنَ.اَللَّهُمَّ اجعَلْ بَلْدَتَنَاإِنْدُنِيْسِيَّاآمِنَتً
مُطْمَئِنَّةً وَرْزُقْ أَهْلَهُ رِزْقًاوَاسِعًاحَلاَلاًمُبَارَكًا.اَللَّهُمَّ اَلِّفْ بَيْنَنَاوَبَيْنَنَاقُلُوبِ
الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ حَتَّى نَكُوْنَ كَالْبُنْيَنِالْمَرْصُوصِ. اللَّهُمَّ اجْعَلْ حَجًّا مَبْرُوْرًا وَ سَعْيًا
مَشْكُوْرًا وَ ذَنْبًا مَغْفُوْرًا
رَبَّنَا
آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِىالآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّار