Laman

Selasa, 07 Juli 2015

KHUTBAH IDUL FITRI 
Dinamika Dan Perubahan Karekter Manusia Dalam Perspektif Fitri 
Oleh Drs. H. Imam Gozali,M.Pd.I 
Kasi Bimas Islam Kantor Kementerian Agama Kab. Brebes 



الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْالله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْالله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ  لاَإلَهَ إلاَّ الله ُوَالله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ وَلِلَّهِ الْحَمْد ، الحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلاَ أنْ هَدَانَا الله ُ ، أشْهَدُ أنْ لاَإلَهَ إلاَّ الله ُوَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ الملك الحق المبين واشهد ان محمجدا عبده ورسوله المبعوث رحمة للعالمين أللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ اْلكَرِيْمِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحَابَتِهِ المجاهدين الطَّاهِرِيْنِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإحْسَانٍ إلَى يَوْمِ الدِّيْنِ . أمَّا بَعْدُ, اعوذ بالله من الشيطان الرجيم بسم الله الرحمن الرحيم ضربت عليهم الذلة اينما ثقفوا الا بحبل من الله وحبل من النا س وباؤبغضب من الله وضربت عليهم المسكنة ذالك بانهم كانوا يكفرون بئيات الله ويقتلون الانبياء بغير حق ذالك بما عصوا وكانوا يعتدون

فَيَا عِبَادَ اللهِ ! اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ, وَاعْلَمُوْا أَنَّ يَوْمَكُمْ هَذَا يَوْمٌ عَظِيْمٌ وَعِيْدٌ كَرِيْمٌ, قَالَ الله ُعَزَّ وَجَلَّ : وَلِتُكْمِلُوْا العِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللهَ عَلىَ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ :

Ma’asyirol Muslimin sidang Jamaah Idul Fitri Rohimakumulloh
Sejak tadi malam telah berkumandang alunan suara takbir, tasbih, tahmid dan tahlil sebagai bentuk ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT atas kemenangan besar yang kita peroleh setelah menjalankan ibadah puasa Ramadhan selama satu bulan penuh. Sebagaimana firman Allah SWT:

وَلِتُكْمِلُوااْلعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُاللهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ ولَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ

Dan hendaklah kamu sekalian mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu sekalian mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu sekalian, supaya kamu sekalian bersyukur.”
Rasulullah SAW bersabda:
زَيِّنُوْا اَعْيَادَكُمْ بِالتَّكْبِيْر 

“Hiasilah hari rayamu dengan takbir.”

Pada pagi hari yang cerah ini kita di berikan kesempatan untuk dapat menunaikan sholat ‘dul Fitri dengan berjamaah. Hari ini, takbir dan tahmid berkumandang di seluruh penjuru dunia, untuk mengagungkan asma Allah SWT. Gema takbir yang digemakan oleh lebih dari satu setengah milyar umat Islam di muka bumi ini, menyeruak di setiap sudut kehidupan, di masjid, di lapangan, di surau, di kampung-kampung, di gunung-gunung, di pasar, dan di seluruh pelosok negeri umat Islam yang terdengar indah dan mampu menggetarkan kalbu setiap Muslim.Gema suara takbir itu juga kita bangkitkan disini, di bumi tempat kita bersujud dan bersimpuh ke hadirat-Nya. Gemanya membahana memenuhi ruang antara langit dan bumi, disambut riuh rendah suara malaikat nan khusyu’ dalam penghambaan diri mereka kepada Allah SWT. Getarkan qalbu (hati) mukmin yang tengah dzikrullah, penuh mahabbah, penuh ridha, penuh roja’ (pengharapan) akan hari perjumpaannya dengan Sang Khaliq, Dzat yang mencipta jagat raya dengan segala isinya.

Islam sesungguhnya telah mengajarkan takbir kepada umatnya, agar ia senantiasa mengagungkan asma Allah SWT kapanpun dan di manapun, saat adzan kita kumandangkan takbir, saat iqamah kita lafalkan takbir, saat membuka shalat kita ucapkan takbir, saat bayi lahir kita perdengarkan kalimat takbir, saat menyembelih hewan kita baca takbir, bahkan saat di medan laga perjuangan, kita juga mengumandangkan suara takbir.

الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ وَلِلَّهِ الْحَمْد

Di dalam kemenangan ini, marilah kita menghayati kembali makna kefitrahan kita, baik sebagai hamba Allah maupun sebagai khalifatullah fil ardli. Idul Fitri yang dimaknai kembali kepada kesucian ruhani,’ atau ‘kembali ke asal kejadian manusia yang suci, atau ‘kembali ke agama yang benar’, sesungguhnya mengisyaratkan, bahwa setiap orang yang merayakan Idul fitri berarti dia sedang merayakan kesucian ruhaninya, mengurai asal kejadiannya dan menikmati sikap keberagamaan yang benar, keberagamaan yang diridlai Allah swt.
Sesungguhnya letak keagungan dan kebesaran hari raya Idul fitri, Hari di mana para hamba Allah merayakan keberhasilannya mengembalikan kesucian diri dari segala dosa dan khilaf melalui pelaksanaan amal shaleh dan ibadah puasa Ramadhan, sebagaimana disabdakan Rasulullah SAW :
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Siapa yang berpuasa di bulan Ramadhan atas dasar keimanan dan dilaksanakan dengan benar, maka ia diampuni dosa-dosanya yang telah lewat”. (HR. Imam Muslim).
Marilah kita perhatikan, bahwa dosa atau kekhilafan antar sesama umat manusia, ia baru terampuni apabila mereka saling memaafkan, dan karena itulah, mari kita jadikan momentum Idul Fitri yang suci ini untuk saling meminta dan memberi maaf atas segala kesalahan antar sesama, kita buang perasaan dendam, kita sirnakan keangkuhan dan kita ganti dengan pintu maaf dan senyum sapa yang tulus penuh dengan persaudaraan dan kehangatan silaturrahim antar sesama.
الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ وَلِلَّهِ الْحَمْد
Terkait dengan kemuliaan orang yang mampu mensucikan dirinya ini, Allah SWT menggambarkan dalam firman-Nya, Surat Al-Fathir, ayat 18-21 :
وَمَنْ تَزَكَّى فَإنَّمَا يَتَزَكَّى لِنَفْسِهِ وَإلَى اللهِ الْمَصِيْرُ (18) وَمَا يَسْتَوِيْ اْلأَعْمَى وَاْلبَصِيْرُ (19) وَلاَ الظُّلُمَاتُ وَلاَ النُّوْرُ (20) وَلاَ الظِّلُّ وَلاَ اْلحَرُوْرُ (21).
“Barang siapa yang mensucikan dirinya, sesungguhnya dia telah mensucikan diri untuk memperoleh kebahagiaannya sendiri. Dan hanya kepada Allah-lah tempat kembalimu. Bukankah tidak sama orang yang buta dengan orang yang melihat ? Bukankah pula tidak sama gelap-gulita dengan terang-benderang ? Dan bukankah juga tidak sama yang teduh dengan yang panas ?” (QS. al-Fathir : 18-21)
Allah SWT membandingkan antara orang yang mampu mensucikan jiwanya dengan yang suka mengotorinya, laksana orang yang melihat dengan orang yang buta, laksana terang dan gelap, laksana teduh dan panas. Sungguh sebuah metafora yang patut kita renungkan. Allah seolah hendak menyatakan bahwa manusia yang suci, manusia yang baik, manusia yang menang dan beruntung itu, adalah mereka yang mau dan mampu melihat persoalan lingkungannya secara bijak dan kemudian bersedia menyelesaikannya, mereka yang mampu menjadi lentera di kala gelap, dan menjadi payung berteduh di kala panas. Mereka inilah pemilik agama yang benar, agama yang hanifiyyah wa al-samhah – terbuka, toleran, pemaaf, dan santun. Inilah agama tauhid, agama Nabi Ibrahim dan anak keturunannya : Ismail, Ishaq, Ya’kub, Yusuf, dan Nabi Muhammad saw.
الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ وَلِلَّهِ الْحَمْد
Hakekat idul Fitri telah memberikan pesan kepada kita, bahwa syari’at Islam mengajarkan kepada beberapa hal :
ü Kesucian
ü Keindahan
ü Kebersamaan dan
ü  Membimbing manusia agar memiliki kepedulian sosial yang tinggi. Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing, duduk sama rendah berdiri sama tinggi, rukun dalam kebersamaan dan bersama dalam kerukunan. Segala kelebihan yang melekat dalam diri manusia dalam bentuk apapun, hendaknya disadari bahwa selain merupakan nikmat, ia juga sekaligus sebagai amanat.
Karakter yang  indah akan melahirkan seni dan estetika, dan seni akan menghasilkan kreatifitas yang membangun dan menyejukkan. Perbuatan baik akan menimbulkan etika dan menciptakan tatanan kehidupan yang tertib dan harmonis, sementara kebenaran akan menghasilkan ilmu pengetahuan yang mengantarkan kemajuan peradaban umat manusia. Karenanya perubahan ke arah yang lebih baik hanya akan dapat diwujudkan oleh pribadi-pribadi yang dalam dirinya telah bersemi ke-Fitrah-an.
الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ وَلِلَّهِ الْحَمْد
Fitrah manusia dapat berubah dari waktu ke waktu berubah karena pergaulan, karena pengaruh budaya dan lingkungan, karena latar belakang pendidikan dan karena faktor-faktor lain, maka agar Fitrah itu tetap terpelihara kesuciannya, hendaknya ia selalu mengacu pada pola kehidupan islami yang berlandaskan Al-Qur’an, As-Sunnah dan teladan para ulama, pola kehidupan yang bersendikan nilai-nilai agama dan akhlak mulia, sehingga darinya diharapkan mampu membangun manusia seutuhnya, insan kamil yang memiliki keteguhan iman, keluasan ilmu pengetahuan serta tangguh menjawab berbagai peluang dan tantangan kehidupan.
Prilaku salih yang telah kita implentasikan selama bulan suci Ramadhan, baik ibadah shiyam, qiyamullail, tilawah dan tadabbur Al-Quran, peduli kaum dluafa, mengendalikan amarah dan hawa nafsu, menjaga kejujuran hendaknya tetap kita lestarikan dan bahkan kita tingkatkan sedemikian rupa agar dapat menjadi tradisi yang mulia dalam diri, keluarga dan lingkungan masyarakat kita, sehingga Fitrah yang telah kita raih di hari yang agung ini akan tetap terpelihara hingga ahir kehidupan kita. Marilah kita jadikan spirit ibadah puasa sebagai perisai diri kita dari godaan dan ujian kehidupan di masa-masa mendatang.
الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ وَلِلَّهِ الْحَمْد


Ma’asyirol Muslimin sidang Jamaah Idul Fitri Rohimakumulloh

Hakekat Shoum  adalah sebagai  proses penggemblengan dan penajaman intuisi, yakni upaya yang secara sengaja dilakukan untuk mengubah perilaku setiap Muslim, menjadi orang yang semakin meningkat kesalihannya. Melalui ibadah shaum -sebagai manusia yang memiliki nafsu dan cenderung ingin selalu memiliki kecenderunagn melakukan  kebatilatilan kemudian diarahkan agar memiliki kemampuan  mengendalikan diri supaya menjadi manusia yang dapat berprilaku sesuai dengan Fitrah aslinya. Fitrah asli manusia adalah cenderung taat dan mengikuti ketentuan Allah SWT. Melalui proses pencerahan yang terkandung dalam ibadah shaum diharapkan setiap muslim menjadi manusia yang di mana pun kehadirannya, terutama dalam masyarakat yang bersifat plural ini dapat memberi manfaat kepada sesama.

Secara universal Islam bukan hanya diperuntukkan bagi umat Islam saja, tetapi ajarannya juga syarat dengan nilai-nilai yang bersifat universal. Seperti ajaran yang menekankan pentingnya setiap muslim agar mau dan mampu memberi manfaat kepada sesama manusia. Dalam pandangan Islam, salah satu indikator kualitas kepribadian seorang Muslim adalah seberapa besar kehadirannya mampu memberi manfaat kepada sesama Manusia, atau dalam bahasa lain semakin besar kemampuan seseorang memberikan manfaat kepada orang lain, maka semakin unggul pula kualitas keberagamaannya. Rasulullah SAW bersabda :

عَنْ جَابِرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أنَّ النَّبِيَّ صَلَّّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ قَالَ
خَيْرُ النَّاسِ أنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
aik-baik manusia (Muslim) adalah orang yang paling (banyak) memberi manfaat kepada manusia”. (HR. Al-Qudla’i)

الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ وَلِلَّهِ الْحَمْد

Ketahuilah bahwa “hidup ini laksana roda berputar”, sekali waktu bertengger di atas, pada waktu lain tergilas di bawah. Kemarin sebagai pejabat sekarang kembali menjadi rakyat, satu saat kaya, di saat yang lain dalam sekejabpun bisa hidup dalam sengsara, kemarin sehat bugar, saat ini berbaring sakit, bahkan mungkin tetangga kita, saudara kita, orang tua kita, suami/istri kita, anak-anak kita tahun kemaren masih melaksanakan shalat ‘id disamping kita, sekarang mereka, orang-orang yang kita cintai itu telah tiada dan kembali kehadirat-Nya. Kehidupan dunia ini tidak ada yang kekal, ia akan terus bergerak sesuai dengan kehendak dan ketentuan Rabbul ‘Alamin.

Bagi orang- orang yang beriman, tentu tidak ada celah untuk bersikap frustasi dan menyerah kepada keadaan, akan tetapi orang yang mengaku telah beriman kepada Alloh SWT maka  harus tetap optimis, bekerja keras dan cerdas seraya tetap mengharap bimbingan Allah SWT, karena sesungguhnya rahmat dan pertolongan-Nya akan senantiasa mengiringi hamba-hamba-Nya yang sabar dan teguh menghadapi ujian. Sebagai seorang mukmin, kita juga tak boleh hanyut dalam godaan dan glamornya kehidupan yang menipu dan fana ini.

Allah SWT telah berjanji :

وَلاَ تَهِنُوْا وَلاَ تَحْزَنُوْا وَأَنْتُمُ اْلأَعْلَوْنَ إِنُ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ .
“Dan janganlah kamu bersikap lemah dan bersedih hati, padahal kalian orang-orang yang paling tinggi derajatnya jika kamu orang-orang yang beriman”. (QS. Ali Imran : 140).
Hujjatul Islam Abu Hamid bin Muhammad Al Ghozali dalam Ihya Ulumuddin melukiskan para penghuni kehidupan dunia ini laksana seorang pelaut yang sedang mengarungi samudera, satu tarikan nafas bagaikan satu rengkuhan dayung, cepat atau lambat biduk yang ditumpangi akan mengantarkannya ke pantai tujuan. Dalam perjalanan itu, setiap nahkoda berada di antara dua kecemasan, antara mengingat perjalanan yang sudah di lewati dengan rintangan angin dan gelombang yang menerjang dan antara menatap sisa-sisa perjalanannya yang masih panjang di mana ujung rimbanya belum tentu dapat mencapai keselamatan.
Oleh karena itu kita senantiasa berupaya memanfaatkan umur yang kita miliki dengan sebaik-baiknya, usia yang masing-masing kita miliki pasti masih akan tetap menghadapi tantangan, ujian dan selera kehidupan yang menggoda, karenanya kita harus tetap mawas diri dan tidak terbuai dengan nafsu angkara murka yang suatu saat dapat menjerumuskan kita dalam limbah kenistaan, kita pergunakan kesempatan dan sisa umur yang kita tidak pernah tahu kapan akan berakhir ini untuk memperbanyak bekal dan amal shaleh guna meraih keselamatan dan kebahagiaan hidup, baik di alam dunia yang fana ini, maupun di alam akhirat yang kelal abadi.
Suatu saat Lukman Al Hakim, seorang shalih yang namanya diabadikan dalam Al-Qur’an pernah menyampaikan taushiyah kepada putranya:
َيا بُنَيَّ إنَّ الدُنْيَا بَحْرٌ عَمِيْقٌ وَقَدْ غَرَقَ فِيْهَا أُنَاسٌ كَثِيْرٌ ، فَاجْعَلْ سَفِيْنَتَكَ فِيْهَا تَقْوَى اللهِ وَحَشْوُهَا الإيْمَانُ وَشَرَاعُهَا التَّوَكَّلُ عَلىَ اللهِ لَعَلَّكَ تَنْجُوْ.
“Wahai anakku, sesunguhnya dunia ini laksana lautan yang dalam dan telah banyak manusia tenggelam di dalamnya, oleh karenanya, jadikanlah taqwa kepada Allah SWT sebagai kapal untuk mengarunginya, iman sebagai muatannya, tawakkal sebagai layarnya niscaya engkau akan selamat sampai tujuan”.
الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ وَلِلَّهِ الْحَمْد
Akhirnya, semoga Allah SWT senantiasa berkenan membimbing kita semua agar tergolong hamba-hambanya yang mampu meraih sertifikat kefitrahan di hari kemenangan yang agung ini, sehinnga kita layak mendapatkan penghargaan “Minal’aidin Walfaizin”, Semoga Allah SWT berkenan mencurahkan rahmat-Nya kepada bangsa Indonesia serta umat Islam pada umumnya untuk senantiasa mengamalkan syariat-Nya, menghidupkan sunnah-sunnah Rasul-Nyaز
Semoga momentum Idul Fitri ini juga benar-benar mampu mengantarkan tatanan kehidupan kita yang berlandaskan nilai-nilai agama, akhlak karimah, kebersamaan dan kasih sayang diantara sesama mnusia (siapapun mereka, apapun agama mereka, apapun suku, ras,etnis dan bansanya, watrna kulitnya serta status sosialnya) guna terwujudnya ummat dan masyarakat Indonesia yang berharkat dan bermartabat, sejahtera dan berperadaban, baldatun thayyibatun warabbun ghafur, bangsa yang gemah ripah lohjinawi di bawah naungan ridla Allah SWT. Amin, Ya Mujiibassaailiin.
جَعَلَنَا اللهُ وَ إِيَّاكُمْ مِنَ الْعَآئِدِيْنَ الْفَآئِزِيْنَ الْآمِنِيْنَ , وَ أَدْخَلَنَا وَ إيَّاكُمْ فِى زُمْرَةِ الْمُتَّـقِيْنَ الْمُؤْمِنِيْنَ الْمُوْقِنِيْنَ . وَ قُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَ ارْحَمْ وَ أَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ .



KHUTBAH II
الله أكبر – الله أكبر – الله أكبر – الله أكبر – الله أكبر – الله أكبر – الله أكبر كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَ سُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَ أَصِيْلًا . الْحَمْدُ للهِ الْعَلِيْمِ الْحَلِيْمِ الْغَفَّارِ الْعَظِيْمِ الْقَهَّارِ الَّذِى لَاتَخْفَى مَعْرِفَتُهُ عَلَى مَنْ نَظَرَ فِى بَدَآئَعِ مَمْلَكَتِهِ بِـعَيْنِ الْإِعْتِبَار . وَأَشْهَدُ أَنْ لَاإِلـهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ شَهَادَةَ مَنْ شَهِدَ بِهَا يَفُوْزُ فِى دَارِ الْقَرَارِ , وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ وَ عَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الطَّاهِرِيْنَ الْأَخْيَارِ . أَمَّا بَعْدُ : فَـيَآ أَيُّهَا النَّاسُ , اِتَّقُوْا اللهَ وَ أَطِيْعُوْا الرَّسُوْلَ وَ أُولِى الْأَمْرِ مِنْكُمْ , وَ أَنِيْبُوْا إِلَى رَبِّكُمْ وَ أَسْلِمُوْا لَهُ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنْصَرُوْنَ . إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَآ أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا . اللهم صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَ صَحْبِهِ وَ التَّابِعِيْنَ وَ ارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ . اللهم اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَ الْمُسْلِمَاتِ وَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَ الْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَآءِ مِنْهُمْ وَ الْأَمْوَاتِ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ .  اللهم يَا مُيَسِّرَ كُلِّ عَسِيْرٍ , وَ يَا جَابِرَ كُلِّ كَسِيْرٍ , وَ يَا صَاحِبَ كُلِّ فَرِيْدٍ , وَ يَا مُغْنِيَ كُلِّ فَقِيْرٍ , وَ يَا مُقَوِّيَ كُلِّ ضَعِيْفٍ , وَ يَا مَأْمَنَ كُلِّ مُخِيْفٍ , يَسِّرْ كُلَّ عَسِيْرٍ , فَتَيْسِيْرُ الْعَسِيْرِ عَلَيْكَ يَسِيْرٌ , اللهم يَا مَنْ لَا يَحْتَاجُ إِلَى الْبَيَانِ وَالتَّفْسِيْرِ , حاجَاتُنَا إِلِيْكَ كَثِيْرٌ , وَأَنْتَ عَالِمٌ وَّبَصِيْرٌ .اللهم إِنَّا نَخَافُ مِنْكَ وَنَخَافُ مِمَّنْ يَخَافُ مِنْكَ وَنَخَافُ مِمَّنْ لَا يَخَافُ مِنْكَ , اللهم بِحَقِّ مَنْ يَخَافُ مِنْكَ , نَجِّنَا مِمَّنْ لَا يَخَافُ مِنْكَ , بِحَقِّ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ أُحْرُسْنَا بِـعَيْنِكَ الَّتِى لَا تَنَامُ , وَاكْنُفْنَا بِـكَفَنِكَ الَّذِى لَا يُرَامُ , وَارْحَمْنَا بِقُدْرَتِكَ عَلَيْنَا فَلَا تُهْلِكْنَا , وَأَنْتَ رَجَآءُنَا , بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ . اللهم أَعِنَّا عَلَى دِيْنِنَا بِالدُّنْيَا , وَعَلَى الدُّنْيَا بِالتَّقْوَى , وَعَلَى التَقْوَى بِالْعَمَلِ , وَعَلَى الْعَمَلِ بِالتَّوْفِيْقِ , وَعَلَى جَمِيْعِ ذلِكَ بِـلُطْفِكَ الْمُفِضِى إِلَى رِضَاكَ الْمُنْهِى إِلَى جَنَّتِكَ الْمَصْحُوْبِ ذلِكَ بِالنَّظَرِ إِلَى وَجْهِكَ الْكَرِيْمِ , يَا اللهُ … يَا اللهُ … يَا اللهُ … يَا أَكْرَمَ الْأَكْرَمِيْنَ يَا رَحْمنُ يَا رَحِيْمُ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ يَا ذَا الْمَوَاهِبِ الْعِظَامِ … نَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ الَّذِيْ لَا إِلـهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ وَ نَتُوْبُ إِلَيْهِ . اللهم إِنَّا نَسْأَلُكَ التَّوْفِيْقَ لِـمَحَبَّتِكَ مِنَ الْأَعْمَالِ , وَصِدْقَ التَّوَكُّلِ عَلَيْكَ , وَحُسْنَ الظَّنِّ بِكَ , وَالْغُنْيَةَ عَمَّنْ سِوَاكَ , وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَ صَحْبِهِ وَ سَلَّمَ وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ .

ZAKAT DALAM PERSPEKTIF SOSIAL DAN EKONOMI

ZAKAT FITRAH
DALAM PERSPEKTIF SOSIA DAN EKONOMI
Oleh: Drs. H. Imam Gozali, M.Pd.I

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah
           
            Manusia secara ekonomi memiliki perbedaan yang dapat dilihat dengan kasat mata dalam kasta sosial dapat di katagorikan menjadi tiga tingkatan antara lain:
1)        Ekonomi Lemah
2)        Ekonomi Menengah
3)        Ekonomi Menengah ke atas 
Antara masing- masing strata ekonomi terjadi kesenjangan yang mencolok terutama antara masyarakat yang berada pada level ekonomi lemah kalau dalam bahasa agama disebut sebagai kaum Fuqorok wal masakin. Kesenjangan ini akan menimbulkan gesekan- gesekan secara interaktif didalam pegaulan kesehariannya. Kaum du’afak dan foqorok wal masakin dalam kehidupannya sehari- hari sangat pas- pasan dan bahkan mengalkami kegalauan dalam mengatasi kekurangan pembiayaan keseharian.baik dalam pembiayaan kebutuhan primer seperti misalnya: pembiayaan Sandang (Pakaian), Pangan (Makan) dan Papan (Tempat Tinggal) belum lagi kebutuhan sekinder antaralain misalnya : Biaya Pendidikan, Biaya Kesehatan, Biaya Hiburan dan biaya sosial, baik sosial budaya maupun sosial keagamaan.
            Biaya sosial keagamaan untuk di Indonesia juga cukup menambah beban bagi masyarakat ekonomi lemah apalagi disaat- saat memasauki bulan Romadlon dan menjelang hadirnya Hari Raya Idul Fitri halmana pembiayaan kebutuhan Primer dan sekunder mengalami peningkatan yang sangat tajam baik kuantitas dan kualitasnya. Disaat seperti inilah Alloh swt memerintahkan kepada para Aghniyak (kelompok ekonomi menengah dan Kuat) untuk memberikan uluran tangan dan bantuan berupa kewajiban mengeluarkan Zakat Fitrah.
Zakat fitrah adalah wajib atas setiap muslim dan muslimah. Berdasar hadits berikut, Dari Ibnu Umar r.a. ia berkata, “Rasulullah saw. telah memfardhukan (mewajibkan) zakat fitrah satu sha’ tamar atau satu sha’ gandum atas hamba sahaya, orang merdeka, baik laki-laki maupun perempuan, baik kecil maupun tua dari kalangan kaum Muslimin; dan beliau menyuruh agar dikeluarkan sebelum masyarakat pergi ke tempat shalat ‘Idul Fitri.”(Muttafaqun ‘alaih : Fathul Bari III :367 no:1503, Muslim II: 277 no:279/984 dan 986, Tirmidzi II : 92 dan 93 no: 670 dan 672, ‘Aunul Ma’bud V:4-5 no: 1595 dan 1596, Nasa’i V:45, Ibnu Majah I: 584 no:1826 dan dalam Sunan Ibnu Majah ini tidak terdapat “WA AMARA BIHA…”).             


BAB II
PEMBAHASAN
1.     Pengertian Zakat Fitrah
Pengertian Zakat sendiri adalah sejumlah harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh setiap muslim diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya seperti fakir, miskin dan sebagainya. Sedangkan Fitrah disini bermakna sebagai keadaan manusia saat baru diciptakan, sehingga dengan mengeluarkan zakat pada bulan ramadhan, manusia dengan izin Allah akan kembali suci sperti baru terlahir, maka dapat disimpulkan bahwa. Pengertian Zakat Fitrah adalah zakat atau jumlah harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh setiap muslim yang berkecukupan baik lelaki atau perempuan pada saat bulan Ramadhan dengan syarat-syarat yang telah di tetapkan, adapun yang berhak menerima zakat secara umum terdapat 8 golonagan yaitu fakir, miskin, amil, muallaf, hamba sahaya, gharimin, fisabilillah, ibnu sabil, tetapi menurut beberapa ulama khusu untuk zakat fitrah harus didahulukan kepada dua golongan yaitu fakir dan miskin.
2.     Pengertian Perspektif
Menurut Kamus Besra Bahasa Indonesia  Perspektif adalah : cara melukiskan suatu benda pada permukaan yg mendatar sebagaimana yg terlihat oleh mata dng tiga dimensi (panjang, lebar, dan tingginya); 2 sudut pandang; pandangan.
3.     Pengertian Sosial Ekonomi
Pengertian kondisi Sosial ekononomi adalah suatu keadaan atau kedudukan yang diatur secara sosial dan menetapkan seseorang dalam posisi tertentu dalam struktur masyarakat. Pemberian posisi ini disertai pula seperangkat hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh si pembawa status. Tingkat sosial merupakan faktor non ekonomis seperti budaya, pendidikan, umur dan jenis kelamin, sedangkan tingklat ekonomi sepertik pendapatan, jenis pekerjaan, pendidikan dan investasi.
Manusia selalu ingin memenuhi kebutuhan hidupnya baik moral maupun material. Kebutuhan pokok atau basic human needs dapat dijelaskan sebagai kebutuhan yang sangat penting guna kelangsungan hidup manusia. Abraham Maslow mengungkapkan kebutuhan manusia terdiri dari kebutuhan dasar fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan kasih sayang, kebutuhan akan dihargai dan kebutuhan mengaktualisasikan diri. Dari beberapa pengertian tentang Zakat Fitrah dalam Perpektif Sosial Ekonomi dapatlah diambil suatu kesimpulan bahwa Zakat Fitri dalam Perspektif Sosial Ekonomi adalah Zakat Fitrah dilihat dari sudut pandang Sosial Ekonomi masyarakat dalam hala filosofinya dan manfaat serta hikmahnya dari Zakat Fitrah terhadap kehidupan Ekonomi Masyarakat.
4.     Kedudukan Zakat Dalam Islam
Kedudukan dan arti penting zakat dapat dilihat dari beberapa hal berikut:
a.    Zakat adalah rukun Islam yang ketiga dan salah satu pilar bangunannya yang agung berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:  "Islam dibangun di atas lima perkara: syahadat bahwa tidak ada Rabb yang haq selain Allâh dan bahwa Muhammad adalah utusan Allâh, menegakkan shalat, menunaikan zakat, berpuasa Ramadhan dan haji ke Baitullah bagi siapa yang mampu " [Muttafaqun ‘alaihi]
b.   Allâh Azza wa Jalla menyandingkan perintah menunaikan zakat dengan perintah melaksanakan shalat di dua puluh delapan tempat dalam al-Qur`ân. Ini menunjukkan betapa urgen dan tinggi kedudukannya dalam Islam. Kemudian penyebutan kata shalat dalam banyak ayat di al-Qur`ân terkadang disandingkan dengan iman dan terkadang dengan zakat. Terkadang ketiga-tiganya disandingkan dengan amal shalih adalah urutan yang logis.Iman yang merupakan perbuatan hati adalah dasar, sedangkan amal shalih yang merupakan amal perbuatan anggota tubuh menjadi bukti kebenaran iman. Amal perbuatan pertama yang dituntut dari seorang mukmin adalah shalat yang merupakan ibadah badaniyah (ibadah dengan gerakan badan) kemudian zakat yang merupakan ibadah harta. Oleh karena itu, setelah ajakan kepada iman didahulukan ajakan shalat dan zakat sebelum rukun-rukun Islam lainnya. Ini berdasarkan hadits Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu anhuma dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallamsaat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Mu’âdz Radhiyallahu anhu ke Yaman, beliau bersabda kepadanya
"Sesungguhnya kamu akan datang kepada suatu kaum dari ahli kitab, ajaklah mereka kepada syahadat bahwa tidak ada Rabb yang haq selain Allâh dan bahwa aku adalah utusan Allâh, bila mereka mematuhi ajakanmu, maka katakanlah kepada mereka bahwa Allâh mewajibkan atas mereka shalat lima waktu dalam sehari semalam, bila mereka mematuhi ajakanmu maka katakan kepada mereka bahwa Allâh mewajibkan sedekah yang diambil dari orang-orang kaya dari mereka dan diberikan kepada orang-orang miskin dari mereka" 
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallamhanya menyebutkan shalat dan zakat (dalam hadits di atas) karena besarnya perhatian terhadap keduanya dan keduanya didahulukan sbelumnya selainnya dalam berdakwah kepada Islam. Juga dalam rangka mengikuti prinsip at-tadarruj (bertahap fase demi fase) dalam menjelaskan kewajiban-kewajiban Islam.
Dan masih banyak lagi dalil-dalil dari al-Qur’an maupun al-hadits yang menunjukkan kedudukan zakat yang tinggi dalam Islam. 
5.     Tujuan-Tujuan Syar’i Di Balik Kewajiban Zakat
Islam telah menetapkan zakat sebagai kewajiban dan menjadikannya sebagai salah satu rukunnya serta memposisikannya pada kedudukan tinggi lagi mulia. Karena dalam pelaksanaan dan penerapannya mengandung tujuan-tujuan syar'i (maqâshid syari’at) yang agung yang mendatangkan kebaikan dunia dan akhirat, baik bagi si kaya maupun si miskin. Di antara tujuan-tujuan tersebut adalah :
1)      Membuktikan penghambaan diri kepada kepada Allâh Azza wa Jalla dengan menjalankan perintah-Nya. Banyak dalil yang memerintahkan agar kaum Muslimin melaksanakan kewajiban agung ini, sebagaimana Allâh Azza wa Jalla firmankan dalam banyak ayat, diantaranya
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'.” [al-Baqarah/2:43]
Allâh Azza wa Jalla juga menjelaskan bahwa menunaikan zakat merupakan sifat kaum Mukminin yang taat. Allâh Azza wa Jalla berfirman : 
"Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allâh ialah orang-orang yang beriman kepada Allâh dan hari akhir, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allâh, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk". [at-Taubah/9:18]
Seorang mukmin menghambakan diri kepada Allâh Azza wa Jalla dengan menjalankan perintah-Nya melalui pelaksanaan kewajiban zakat sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan syari’at.
Zakat bukan pajak. Zakat adalah ketaatan dan ibadah kepada Allâh Azza wa Jalla yang dilakukan oleh seorang Mukmin demi meraih pahala dan balasan di sisi Allâh Azza wa Jalla . Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal shalih, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Rabbnya. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati". [al-Baqarah/2:277].
Juga firman-Nya dalam al-Qur’an, surat an-Nisa’ ayat ke-162, yang artinya, 
“Tetapi orang-orang yang mendalam ilmunya di antara mereka dan orang-orang Mukmin, mereka beriman kepada apa yang telah diturunkan kepadamu (al-Quran), dan apa yang telah diturunkan sebelummu dan orang-orang yang mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan yang beriman kepada Allâh dan hari Kemudian. Orang-orang itulah yang akan Kami berikan kepada mereka pahala yang besar.” [ an-Nisa`/4:162]
2)      Mensyukuri nikmat Allâh dengan menunaikan zakat harta yang telah Allâh Azza wa Jalla limpahkan sebagai karunia kepada manusia. Allâh Azza wa Jalla berfirman
"Dan (ingatlah juga), tatkala Rabbmu memaklumkan, ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." [Ibrâhim/14:7]
Mensyukuri nikmat adalah kewajiban seorang muslim, dengannya nikmat akan langgeng dan bertambah. Imam as-Subki rahimahullah mengatakan, “Diantara makna yang terkandung dalam zakat adalah mensyukuri nikmat Allâh Subhanahu wa Ta’ala . Ini berlaku umum pada seluruh taklief (beban) agama, baik yang berkaitan dengan harta maupun badan, karena Allâh Azza wa Jalla telah memberikan nikmat kepada manusia pada badan dan harta. Mereka wajib mensyukuri nikmat-nikmat tersebut, mensyukuri nikmat badan dan nikmat harta. Hanya saja, meski sudah kita tahu itu merupakan wujud syukur atas nikmat badan atau nikmat harta, namun terkadang kita masih bimbang. Zakat masuk kategori ini.” 
Membayar zakat adalah pengakuan terhadap kemurahan Allâh, mensyukuri-Nya dan menggunakan nikmat tersebut dalam keridhaan dan ketaatan kepada Allâh Azza wa Jalla .
3)      Menyucikan orang yang menunaikan zakat dari dosa-dosa. Allâh Azza wa Jalla berfirman
"Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan doakanlah mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allâh Maha mendengar lagi Maha mengetahui". [at-Taubah/9:103].
Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya kewajiban membayar zakat dalam ayat di atas berkaitan dengan hikmah pembersihan dari dosa-dosa.”Ada juga hadits yang menegaskan makna di atas, sebagaimana dalam hadits Muadz bin Jabal Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
 "Sedekah itu bisa memadamkan kesalahan sebagaimana air memadamkan api.” [HR. Ahmad 5/231 dan at-tirmidzi no. 2616 dan dishahihkan al-Albani dalam Shahih Sunan at-Tirmidzi]
Ayat di atas mengumpulkan banyak tujuan dan hikmah syar'i yang terkandung dalam kewajiban zakat. Tujuan-tujuan dan hikmah-hikmah itu terangkum dalam dua kata yang muhkam yaitu, “Dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.” 
4)    Membersihkan orang yang menunaikannya dari sifat bakhil. 
al-Kâsâni rahimahullah mengatakan,“Sesungguhnya zakat membersihkan jiwa orang yang menunaikannya dari kotoran dosa dan menghiasi akhlaknya dengan sifat dermawan dan pemurah. Juga membuang kekikiran dan kebakhilan, karena tabiat jiwa sangat menyukai harta benda. Zakat dapat membiasakan orang menjadi pemurah, melatih menunaikan amanat dan menyampaikan hak-hak kepada pemiliknya. Semua itu terkandung dalam firman Allâh Azza wa Jalla :
"Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka".
Kikir adalah penyakit yang dibenci dan tercela. Sifat ini menjadikan manusia berupaya untuk selalu mewujudkan ambisinya, egois, cinta hidup di dunia dan suka menumpuk harta. Sifat ini akan menumbuhkan sikap monopoli terhadap semua. Tentang hakikat ini, Allâh Azza wa Jalla berfirman : 
"Dan manusia itu sangat kikir". [al-Isrâ`/17:100]Allâh Azza wa Jalla berfirman"Walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir". [an-Nisâ`/4:128]Sifat kikir ini merupakan faktor terbesar yang menyebabkan manusia sangat tergantung kepada dunia dan berpaling dari akhirat. Sifat ini menjadi sebab kesengsaraan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : "Sengsara hamba dinar, sengsara hamba dirham, sengsara hamba khamishah ! Bila dia diberi maka dia rela, bila tidak maka dia murka, sengsara dan tersungkurlah dia, bila dia tertusuk duri maka dia tidak akan mencabutnya".
Cinta dunia dan harta adalah salah satu sumber dosa dan kesalahan. Bila seseorang terselamatkan darinya dan terlindungi dari sifat kikir maka dia akan sukses, sebagaimana firman Allâh Azza wa Jalla yang artinya,“Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung.” [al-Hasyr/59:9]
Allâh Azza wa Jalla berfirman tentang orang-orang yang kikir lagi bakhil, "Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allâh berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat." [Ali Imrân/3:180]al-Fakhrurrazi rahimahullah berkata,
“Kecintaan mendalam terhadap harta bisa melalaikan jiwa dari kecintaan kepada Allâh dan persiapan menghadapi kehidupan akhirat. Hikmah Allâh Azza wa Jalla menuntut agr pemilik harta mengeluarkan sebagian harta yang dipegangnya; Agar apa yang dikeluarkan itu menjadi alat penghancur ketamakan terhadap harta, pencegah agar jiwa tidak berpaling kepada harta secara total dan sebagai pengingat agar jiwa sadar bahwa kebahagiaan manusia tidak bisa tercapai dengan sibuk menumpuk harta. Akan tetapi kebahagian itu akan terwujud dengan menginfakkan harta untuk mencari ridha Allâh Azza wa Jalla . Kewajiban zakat adalah terapi tepat dan suatu keharusan untuk melenyapkan kecintaan kepada dunia dari hati. Allâh Azza wa Jalla mewajibkan zakat untuk hikmah mulia ini. Inilah yang dimaksud oleh firman-Nya, yang artinya,
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.” Yakni membersihkan dan mensucikan mereka dari sikap berlebih-lebihan dalam menuntut dunia.” 
5)      Membersihkan harta yang dizakati. Karena harta yang masih ada keterkaitan dengan hak orang lain berarti masih kotor dan keruh. Jika hak-hak orang itu sudah ditunaikan berarti harta itu telah dibersihkan. Permasalahan ini diisyaratkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallamsaat beliau n menjelaskan alasan kenapa zakat tidak boleh diberikan kepada keluarga beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ? Yaitu karena zakat adalah kotoran harta manusia.
6)      Membersihkan hati orang miskin dari hasad dan iri hati terhadap orang kaya.
Bila orang fakir melihat orang disekitarnya hidup senang dengan harta yang melimpah sementara dia sendiri harus memikul derita kemiskinan, bisa jadi kondisi ini menjadi sebab timbulnya rasa hasad, dengki, permusuhan dan kebencian dalam hati orang miskin kepada orang kaya. Rasa-rasa ini tentu melemahkan hubungan antar sesama Muslim, bahkan berpotensi memutus tali persaudaraan. Hasad, dengki dan kebencian adalah penyakit berbahaya yang mengancam masyarakat dan mengguncang pondasinya. Islam berupaya untuk mengatasinya dengan menjelaskan bahayanya dan dengan pensyariatan kewajiban zakat. Ini adalah metode praktis yang efektif untuk mengatasi penyakit-penyakit tersebut dan untuk menyebarkan rasa cinta dan belas kasih di antara anggota masyarakat.   
Orang yang menunaikannya akan dilipatgandakan kebaikannya dan ditinggikan derajatnya. Ini termasuk tujuan syar'i yang penting. Allâh berfirman, yang artinya,
"Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allâh adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allâh melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allâh Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui.” [al-Baqarah/2:261]
7)    Menghibur dan membantu orang miskin.
 Al-Kâsâni rahimahullah berkata, 
“Pembayaran zakat termasuk bantuan kepada orang lemah dan pertolongan kepada orang yang membutuhkan. Zakat membuat orang lemah menjadi mampu dan kuat untuk melaksanakan tauhid dan ibadah yang Allâh wajibkan, sementara sarana menuju pelaksanaan kewajiban adalah wajib.” 
8)      Pertumbuhan harta yang dizakati. 
Telah diketahui bersama bahwa di antara makna zakat dalam bahasa Arab adalah pertumbuhan. Kemudian syariat telah menetapkan makna ini dan menetapkannya pada kewajiban zakat. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
 "Allâh memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah dan Allâh tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa.” (al-Baqarah/2:276).
Yakni menumbuhkan dan memperbanyak. [12] Juga firman-Nya, yang artinya, 
"Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allâh akan menggantinya dan Dia-lah pemberi rizki yang sebaik-baiknya” (Saba`/34:39). Yakni Allâh menggantinya di dunia dengan yang semisalnya dan di akhirat dengan pahala dan balasan.

 Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : 
"Tidak ada satu hari di mana manusia mendapatkan waktu pagi kecuali ada dua malaikat turun, salah satu dari keduanya berkata, ‘Ya Allâh berikanlah pengganti kepada orang yang berinfak.’ Sedangkan yang lainnya berkata, ‘Ya Allâh berikanlah kebinasaan kepada orang yang menahan.” [Muttafaqun ‘alaihi] Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallamjuga bersabda :"Sedekah tidak mengurangi harta". [HR Muslim]
9)      Mewujudkan solidaritas dan kesetiakawanan sosial.
 Zakat adalah bagian utama dari rangkaian solidaritas sosial yang berpijak kepada penyediaan kebutuhan dasar kehidupan. Kebutuhan dasar kehidupan itu berupa makanan, sandang, tempat tinggal (papan), terbayarnya hutang-hutang, memulangkan orang-orang yang tidak bisa pulang ke negara mereka, membebaskan hamba sahaya dan bentuk-bentuk solidaritas lainnya yang ditetapkan dalam Islam. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
 "Perumpamaan orang-orang mukmin dalam sikap saling menyayangi, mengasihi dan melindungi adalah seperti jasad yang satu, bila ada satu anggota jasad yang sakit maka anggota lainnya akan ikut merasakannya dengan tidak tidur dan demam". [HR Muslim]
10)  Menumbuhkan perekonomian Islam. 
Zakat mempunyai pengaruh positif yang sangat signifikan dalam mendorong gerak roda perekonomian Islam dan mengembangkannya. Karena pertumbuhan harta individu pembayar zakat memberikan kekuatan dan kemajuan bagi ekonomi masyarakat. Sebagaimana juga zakat dapat menghalangi penumpukan harta di tangan orang-orang kaya saja. Allâh Azza wa Jalla berfirman, yang artinya,
"Supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allâh. Sesungguhnya Allâh amat keras hukumanNya.
” [al-Hasyr/59:7] Keberadaan uang di tangan kebanyakan anggota masyarakat mendorong pemiliknya untuk membeli keperluan hidup, sehingga daya beli terhadap barang meningkat. Keadaan ini dapat meningkatkan produksi yang menyerap tenaga kerja dan membunuh pengangguran. [14]
11)  Dakwah kepada Allâh Azza wa Jalla . 
Di antara tujuan mendasar zakat adalah berdakwah kepada Allâh dan menyebarkan agama serta menutup hajat fakir-miskin. Semua ini mendorong mereka untuk lebih lapang dada dalam menerima agama dan menaati Allâh Azza wa Jalla . Demikian banyaknya faedah dan hikmah pensyariatan zakat lainnya yang belum disampaikan, namun semua yang telah disampaikan diatas sudah cukup menunjukkan betapa penting dan bergunanya zakat dalam kehidupan individu dan masyarakat Islam.Semoga ini bisa lebih memotivasi kita untuk menunaikannya. Apalagi bila melihat kepada manfaat yang akan muncul dari pensyariatan zakat fitrah yang tentunya sesuai dengan panduan zakat fitrah Rasululah yang telah dibahas di kajian sebelumnya. 

BAB III
P E N U T U P

1. Kesimpulan

          Zakat Fitrah sebagai suatu kewajiban Umat Islam memiliki beberapa dimensi hikmah bagi manusia itu sendiri. Itula kemaha besaran Alloh SWT dan kemaha Rohman dan Rahiman Alloh SWT kepada hambanya. Kesimpulan dari uraian tersebut mulai dari latar belakang Masalah sampai dengan BAB Pembahasan dimensi kebaikan dan hikmah tersebut antara lain adalah :
ü  Zakat Fitrah akan mampu mengembalikan fungsi- fungsi kemanusiaan
ü  Zakat Fitrah akan menolong mereka yang sekarang berada di level Ekonomi lemah sehingga mereka bisa ikiut memeriahkan Lebaran Idul Ftri
ü  Zakat Fitrah akan mensucikan dan membersihkan Manusia Muslim dari dosa
ü  Zakat Fitrah akan menyempurnakan Ibadah puasa orang- orang Muslim yang dilaksanakan selama satu bulan penuh
ü  Zakat Fitrah akan menggurkan kewajiban sebagai orang Muslim yang memiliki kehidupan
ü  Zakat Fitrah akan dapat dikembangkan menjadi modal Ekonomi kedepan
ü  Zakat Fitrah memiliki potensi yang amat besar untuk dikembangkan sebagai sarana merubah Kaum Fuqorok wal Masakin menjadi kaum Muzakky bukan mustakhiq lagi

2. Saran
            Makalah yang kecil dan sederhana ini tentunya masih banyak kesalahan dan kurang sempurna sehingga untuk mengurangi kesalahan dan menambah kesempurnaan penulis berharap untuk dapat diberikan saran dan klritik yang membangun.

3. Kata Penutup

          Demikian uraian makalah singkat yang Penulis susun semoga memiliki makna dan nilai manfaat untuk pembaca dan minimal harapan penulis makalah ini digunakan untuk media belajar penulis.