BULAN SUCI ROMADLON
DALAM PERPEKTIF KEMANUSIAAN
Oleh :
Drs. H. Imam Gozali,M.Pd.I
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang Masalah
Sarana apapun bentuknya ketika
setelah dipakai atau difungsikan dalam durasi waktu tertentu pasti akan menjadi
kotor. Kotornya suatu sarana yang dipakai harus segera dibersihkan, karena
kalau tidak segera dibersihkan lambat laun sarana tersebut akn menjadi tidak
berfungsi secara maksimal bahkan pada saat tertentu dapat merusak sarana
tersebut dan pada akhirnya tidak dapat difungsikan.
Diskripsi tersebut sama dengan
Bulan Romadlon dalam perspektif Manusia, Manusia dalam beraktifitas sepanjang
hari, sepanjang bulan, sepanjang Tahun ada saatnya mengalami kedekilan atau
suasana kotor baik secara sosiologis maupun secara theologis. Oleh sebab itu
Alloh SWT sang Maha pencipta yang menciptakan manusia. Dalam durasi satu tahun
Alloh SWT telah memprogramkam pembersihan atau penginstalan pada manusia agar
manusia tetap bisa eksis dalam menjalankan fungsi hidupnya selayaknya manusia
atau disebut manusia yang memiliki nilai kemanusiaan secara utuh
Di bula Romadlon inilah Alloh
menempatkan waktu yang tepat untuk menginstal manusia agar kembali kepada
bentuk aslinya (Fitrah Manusia). Dengan wajib melaksanakan ibadah puasa (Shoum)
dan ibadah- ibadah sunnah yang lainnya. Dari latar belakang tersebut penulis
akan membahas tentang Romadlon Dalam Perspektif Kemanusiaan.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Romadlon
Romadlon berasal dari bahasa Al
Qur’an yang tercantum dalam surat Al Baqoroh Allah
subhanahu wa Ta’alaa berfirman didalam al-Qur’an al-‘Adhim QS. al-Baqarah:185 ;
“Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan al- Qur'an sebagai petunjuk (al-Hudaa) bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan sebagai pembeda (al-Furqan)”
“Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan al- Qur'an sebagai petunjuk (al-Hudaa) bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan sebagai pembeda (al-Furqan)”
Romadlon memiliki arti secara Kosa kata
“Pembakaran” yang berupa Isim Masdar (kata dasar) dari kalimat Romadlo Yarmadlu
Romdlon (Romadlon) jadi bulan Romadlon adalah bulah untuk pembakaran kalau
diartikan secara kiyasan (Qiyasi) maka bisa memiliki arti antara lain
ü Pembakaran berarti Pendidikan atau Pendidikan
ü Pembakaran berarti Penggemblengen
ü Pembakaran berarti Penempaan
ü Pembakaran berarti Penajaman
ü Pembakaran berarti Usha pengembalian keaslian
2.
Pengertian
Perspektif
Pérspéktif berarti :
1 cara melukiskan suatu benda pd permukaan yg
mendatar sebagaimana yg terlihat oleh mata dng tiga dimensi (panjang, lebar,
dan tingginya);
2 sudut
pandang; pandangan;
http://kbbi.web.id/perspektif
3.
Pengertian
Kemanusiaan
(1) sifat-sifat manusia;
(2)
secara manusia; sbg manusia: perasaan -- kita senantiasa mencegah kita
melakukan tindakan terkutuk itu
Referensi: http://kamusbahasaindonesia.org/kemanusiaan/miripengertian KamusBahasaIndonesia.org
Referensi: http://kamusbahasaindonesia.org/kemanusiaan/miripengertian KamusBahasaIndonesia.org
Romadlon
dalam Perspektif Kemanusiaan adalah Bulan Romadlon memiliki banyak manfaat dan hikmah untuk mendidik manusia agar kembali kepada
sifat Kemanusiaan agar manusia mampu
memanusiakan manusia yang lain atau memandang
sesuatu obyek selalu proporsional. Romadlon identik dengan ibadah puasa maka
didalam masyarakat Muslim terutama suku Jawa menyebutnya wulan poso artinya
bulan puasa.
Didalam
al Qur’an disebutkan tentang kewajiban berpuasa bagi orang- orang yang beriman
di bulan Romadlon.
“Hai orang2 yang
beriman, diwajibkan bagimu berpuasa, sebagaimana telah diwajibkan pada orang2
sebelum kamu. Mudah2an kamu bertakwa” (Al -Baqarah:183)
Dari dalil tentang kuwajiban
berpuasa maka dapat dijelaskan pengertian puasa sebagaiberikut:
4.
Pengertian
Puasa (shoum)
Puasa adalah kata
terjemahan dari kata bahasa arab shoma Yashumu Shouman yang artinya Penahanan
dan semakna dengan kata Imsakun artinya pengendalian yang dikasud dengan pengendalian
adalah pengendalian dari kecenderungan hawa nafsu yang condong kepada tabiat
kebinatangan (Nafsul bahimah)
5.
Pengertian
Puasa
Puasa berasal dari dua kata dalam
bahasa Sansekerta, yaitu: upa dan wasa. Upa,
semacam perfiks yang berarti dekat. Wasa berarti Yang Maha
Kuasa, seperti umat Hindu di Indonesia menyebut Sang Hyang Widhi Wasa.
Jadi upawasa, atau yang kemudian pengucapannya menjadi puasa,
tidak lain daripada cara mendekatkan diri dengan Tuhan. Sebagai cara untuk
mendekatkan diri dengan Tuhan, puasa adalah pelatihan mental dan spiritual yang
bertujuan mengubah sikap dan kejiwaan manusia. Sikap yang diubah adalah sikap
yang buruk, sehingga menjadi baik. Jadi puasa berkaitan dengan sebuah pelatihan
sikap spiritual melalui pelatihan badani. Orang yang berpuasa adalah orang yang
terus melatih diri menjadi baru di dalam sikap. Oleh karena itu, hanya berpuasa
bukan hanya menahan makan dan minum, tetapi juga mengontrol emosi, kata-kata,
tindakan, pikiran, dan perilaku. Orang yang berpuasa adalah orang yang sadar
diri dan selalu berada di dalam pengendalian diri. Sikapnya terlatih untuk
terkendali dari bersikap sembrono, atau mengambil keputusan secara asal-asalan,
atau bertindak ngawur. Orang yang dapat mengendalikan diri dari
hawa nafsu makan dan minum adalah orang yang mampu mengendalikan dirinya.
Dari pengertian
Romadlon dan Shoum ini dapatlah di tarik suatu pengertian bahwa puasa di bulan
Romadlon dikandung maksud Nafsu kebinatangan tersebut dibakar, dibimbing dan
didik dengan melalui pengendalian ibadah puasa akan mampu membawa manusia yang
selama siklus waktu ssatu tahun mengalami suatu perjalanan kehidupan mengalami
kekatoran dan kekeruhan baik secara tiologis, sosiologis, pesichis dsb, dan
dapat dicerahkan kembali kepada fitrohnya.
6.
Filosofi Shoum/ Puasa
Shoum (Bahasa Arab)
atau Puasa (Bahasa Sansekerta) mengandung arti menahan diri, adalah sebagai
sebuah ibadah yang diwajibkan bagi setiap muslim. Prosedur ibadah puasa itu
menahan diri dari makan, minum, berhubungan suami isteri, dan perihal yang
membatalkannya sejak terbit fajar sampai terbenamnya matahari. Kewajiban ibadah
puasa ini mengantarkan pribadi pelakunya menjadi takwa dan telah pernah ada
pemberlakuannya sebelum umat Muhammad Surat Al-Baqarah ayat 183.
Islam memiliki pandangan, seperti yang
dicontohkan oleh Rasulullah, bagi kita setiap kaum muslimin bahwa sebegitu
penting artinya ibadah ini terhadap setiap pribadi yang menunaikannya tentu
saja harus diketahui hikmah yang terkandung didalamnya sebagai filosofi dari
makna “menahan diri” dalam prilaku puasa tersebut. Sehingga dengan demikian
setiap muslim berpuasa terinspirasi menjadi pribadi takwa yang berguna untuk
kehidupan individual dan kehidupan sosial.
Arti dari menahan
diri ini cakupannya sangat spesifik yang perlu diperhatikan oleh yang berpuasa.
Menahan diri itu (Quraish Shihab) dibutuhkan oleh setiap orang, tidak mengenal
jenis kelamin, strata sosial, baik ia laki-laki, perempuan, kaya dan miskin,
komunitas modern dan primitif perseorangan ataupun kelompok memerlukan sikap
untuk menahan diri. Esensi dari kewajiban ibadah puasa itu adalah menahan diri
(Mustafa al-Maraghi). Setiap pribadi yang dapat menahan diri itulah yang sukses
menunaikan puasanya, mencerminkan karakter manusia takwa, manusia yang
menempatkan posisinya sebagai individu yang taat kepada Allah dan RasulNya dan
sebagai pribadi yang memiliki kepedulian sosial, sehingga kehadirannya itu
bersifat multiguna bagi diri, keluarga dan lingkungan sekitar.
Harapan dari semngat
syar’i Islam terhadap Muslim yang berpuasa itu antara lain menahan diri dari
makan dan minum, berhubungan suami isteri, dan sampai batas ini oleh hujjatul
Islam Muhammad Abu Hamid Al Ghozali mendeskripsikan sebagai puasanya mereka
yang awam. Pada posisi ini, tentu saja akan mengajarkan seseorang yang berpuasa
sebuah “pengalaman” menahan lapar dan dahaga seyogyanya menginspirasi
pribadinya untuk memahami bagaimana penderitaan manusia tanpa makan dan minum
karena selalu berada dalam kemiskinan.
Kemudian juga usaha
nyata dalam menahan diri dari nafsu kebinatangan (Syahwat), menahan nafsu
amarah, menahan diri dari ucapan yang tidak berguna dan apalagi ucapan yang
menyakitkan pendengarnya, menahan diri dari pandangan mata dari suasana
maksiat, menahan diri dari mendengarkan yang sifatnya provokatif; pegunjingan
dan atau gosip, juga menahan diri dari kecenderungan hati yang “rusak”, yaitu
hati yang penuh curiga (syu’udzdzan) tidak pernah berbaik sangka
(khusnudzdzan), atau berpikir positif.
Bagi Muslim yang
mampu menahan diri dari keadaan mentalitas seperti ini tentu saja mencerminkan
pribadi yang berkarakter yang pada saatnya akan teruji untuk mengemban amanah
personal yang tampil untuk berbuat kebaikan baik dalam hubungannya dengan Sang
Khaliq maupun sesama makhluk. Kesempurnaan seseorang ketika ia mampu secara
cerdas menahan diri dari semua prilaku tersebut, senantiasa memperbanyak
zikrullah dan merenungi dimensi spiritual kebaikan sehingga ia dapat tampil
menjadi sosok peduli lingkungannya. Mereka yang mencapai tahap inilah telah
mendapatkan anugerah hikmah yang subtansial dari Ibadah Shoum.
Tuntutan dari sikap
dan prilaku menahan diri itu dalam implementasinya akan melahirkan pribadi
muslim yang takwa; Ketika ia kaya tetapi tidak menyebabkan ia sombong, ketika
ia miskin dan terbatas hidupnya tidak menyebabkan kemiskinannya itu ketika ada
peluang membuat dirinya menjadi tamak dan rakus. Demikian juga ketika seseorang
itu pandai tidak menyebabkan kepandaiannya itu menjadi sosok yang super dan
membanggakan diri, ketika ia menjadi penguasa tidak menyebabkan ia menzalimi
orang lain, berbuat semena mena terhadap orang lain, ketika ia menjadi rakyat
tidak menyebabkan ia membatasi diri tanpa partisipasi dalam membina kebersamaan
yang diridhaiNya.
Filosofi “menahan
diri” yang sejatinya tumbuh dan berkembang dari setiap insan yang berpuasa,
sehingga lahirlah pribadi yang tidak hanya shalih secara individual tetapi juga
memiliki keshalihan sosial. Karena itu, janganlah terjebak dengan pola “menahan
diri” yang semu, yaitu tidak ada follow-up dari upaya menahan diri yang
dilakukan selama puasa sehingga seseorang yang demikian tidak mendapat hikmah
puasanya seperti ditegaskan oleh Rasulullah saw: “Betapa banyak mereka berpuasa
tanpa memperoleh apapun dari ibadah puasanya kecuali sebuah proses menahan
lapar dan dahaga.” (HR. Bukhari).
Alangkah meruginya
disaat manusia tidak menjadi shoimin, untuk itu renungkanlah terhadap apa yang
kita kerjakan dari Shoum (menahan diri) itu seharusnya dimanifestasikan dalam
berprilaku kemarin, saat ini dan di masa yang akan datang sehingga akan terjadi
tatanan dalam kehidupan di tengah masyarakat yang baik, punya empati dan
memanusiakan manusia sesamanya, menghurmati orang lain meskipun tidak berpuasa
(Non Muslim) tidak melulu menuntut untuk dihurmati, sebagimana seruang H. Lukman
Hakim Saifudin (Menteri Agam RI, Kabinet Indonesia Hebat) semoga Alloh selalu
menurunkan Ridlo dan barokahnya kepada Shoimin.
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Bulan Romadlon yang didalamnya Orang- orang beriman diwajibkan untuk berpuasa dan amalan- amalan sunnah lainnya dalam makalah yang telah didiskripsikan mulai dari latarbelakang sampai dengan pembahasan dapatlah disimpulkan antara lain:
Bulan Romadlon yang didalamnya Orang- orang beriman diwajibkan untuk berpuasa dan amalan- amalan sunnah lainnya dalam makalah yang telah didiskripsikan mulai dari latarbelakang sampai dengan pembahasan dapatlah disimpulkan antara lain:
1)
Bahwa semua benda
atau sarana didunia ini pada saatnya setelah dipergunakan sekian lama dalam
siklus waktu tertentu harus di bersihkan agar dapat berfungsi secara
proporsiaonal
2)
Manusia adalah
benda yang multi dimensi pada saatnya harus disucikan agar manusia bisa menjalankan
kehidupannya secara fitroh, yakni manusia yang mampu memanusiakan manusia lain
atau memandang obyek secara proporsional.
3)
Alloh SWT yang maha
Rohman dan Maha Rohim menurunkan bulan Romadlon dengan Shoumnya serta
diturunkan Al Quranul Karim sebagai siklus terpenting untuk mengapdet dan
mendidik atau menginstal kembali manusia agar kekotoran dan kekeruhan selama
satu tahun menjalankan aktifitasnya.
4)
Shoum/ Puasa
sebagai usaha manusia untuk menahan diri agar manusia mampu mengiplementasikan
dalam berbagi aspek kehidupan untu dapat menahan diri dari kecenderungan
Negatif Nafsu Syahwat.
2.
Saran
Makalah yang kecil dan simpel ini mengharap agar para pembaca dapat memberikan kritik yang membangun dan saran untuk kesempurnaan Makalah ini terimakasih atas kritik dan saran yang senantiasa penulis tunggu.
Makalah yang kecil dan simpel ini mengharap agar para pembaca dapat memberikan kritik yang membangun dan saran untuk kesempurnaan Makalah ini terimakasih atas kritik dan saran yang senantiasa penulis tunggu.
3.
Kata Penutup
Dengan mengucap syukur alhamdulillah penulis berharap semoga Alloh selalu memberikan ridlo dan barokahnya dalam karya Makalah yang kecil dan simpel ini semoga bermanfaan bagi pembaca, Amiin.
Dengan mengucap syukur alhamdulillah penulis berharap semoga Alloh selalu memberikan ridlo dan barokahnya dalam karya Makalah yang kecil dan simpel ini semoga bermanfaan bagi pembaca, Amiin.