Laman

Minggu, 21 Juni 2015

ROMADLON DALAM PERSPEKTIF KEMANUSIAAN


BULAN SUCI ROMADLON
DALAM PERPEKTIF KEMANUSIAAN
Oleh :
Drs. H. Imam Gozali,M.Pd.I

BAB I
PENDAHULUAN
1.  Latar Belakang Masalah
Sarana apapun bentuknya ketika setelah dipakai atau difungsikan dalam durasi waktu tertentu pasti akan menjadi kotor. Kotornya suatu sarana yang dipakai harus segera dibersihkan, karena kalau tidak segera dibersihkan lambat laun sarana tersebut akn menjadi tidak berfungsi secara maksimal bahkan pada saat tertentu dapat merusak sarana tersebut dan pada akhirnya tidak dapat difungsikan.
Diskripsi tersebut sama dengan Bulan Romadlon dalam perspektif Manusia, Manusia dalam beraktifitas sepanjang hari, sepanjang bulan, sepanjang Tahun ada saatnya mengalami kedekilan atau suasana kotor baik secara sosiologis maupun secara theologis. Oleh sebab itu Alloh SWT sang Maha pencipta yang menciptakan manusia. Dalam durasi satu tahun Alloh SWT telah memprogramkam pembersihan atau penginstalan pada manusia agar manusia tetap bisa eksis dalam menjalankan fungsi hidupnya selayaknya manusia atau disebut manusia yang memiliki nilai kemanusiaan secara utuh
Di bula Romadlon inilah Alloh menempatkan waktu yang tepat untuk menginstal manusia agar kembali kepada bentuk aslinya (Fitrah Manusia). Dengan wajib melaksanakan ibadah puasa (Shoum) dan ibadah- ibadah sunnah yang lainnya. Dari latar belakang tersebut penulis akan membahas tentang Romadlon Dalam Perspektif Kemanusiaan.


BAB II
PEMBAHASAN
1.       Pengertian Romadlon
Romadlon berasal dari bahasa Al Qur’an yang tercantum dalam surat Al Baqoroh Allah subhanahu wa Ta’alaa berfirman didalam al-Qur’an al-‘Adhim QS. al-Baqarah:185 ;
“Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan al- Qur'an sebagai petunjuk (al-Hudaa) bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan sebagai pembeda (al-Furqan)”
Romadlon memiliki arti secara Kosa kata “Pembakaran” yang berupa Isim Masdar (kata dasar) dari kalimat Romadlo Yarmadlu Romdlon (Romadlon) jadi bulan Romadlon adalah bulah untuk pembakaran kalau diartikan secara kiyasan (Qiyasi) maka bisa memiliki arti antara lain
ü Pembakaran berarti Pendidikan atau Pendidikan
ü Pembakaran berarti Penggemblengen
ü Pembakaran berarti Penempaan
ü Pembakaran berarti Penajaman
ü Pembakaran berarti Usha pengembalian keaslian
2.     Pengertian Perspektif
Pérspéktif berarti :
1 cara melukiskan suatu benda pd permukaan yg mendatar sebagaimana yg terlihat oleh mata dng tiga dimensi (panjang, lebar, dan tingginya);
2 sudut pandang; pandangan;
http://kbbi.web.id/perspektif
3.     Pengertian Kemanusiaan
(1)  sifat-sifat manusia;
(2) secara manusia; sbg manusia: perasaan -- kita senantiasa mencegah kita melakukan tindakan terkutuk itu
Referensi: 
http://kamusbahasaindonesia.org/kemanusiaan/miripengertian KamusBahasaIndonesia.org
                             Romadlon dalam Perspektif Kemanusiaan adalah Bulan Romadlon memiliki banyak manfaat dan hikmah untuk mendidik manusia agar kembali kepada sifat Kemanusiaan agar manusia mampu memanusiakan manusia yang lain atau memandang sesuatu obyek selalu proporsional. Romadlon identik dengan ibadah puasa maka didalam masyarakat Muslim terutama suku Jawa menyebutnya wulan poso artinya bulan puasa.
                                    Didalam al Qur’an disebutkan tentang kewajiban berpuasa bagi orang- orang yang beriman di bulan Romadlon.
“Hai orang2 yang beriman, diwajibkan bagimu berpuasa, sebagaimana telah diwajibkan pada orang2 sebelum kamu. Mudah2an kamu bertakwa” (Al -Baqarah:183)
Dari dalil tentang kuwajiban berpuasa maka dapat dijelaskan pengertian puasa sebagaiberikut:
4.     Pengertian Puasa (shoum)
Puasa adalah kata terjemahan dari kata bahasa arab shoma Yashumu Shouman yang artinya Penahanan dan semakna dengan kata Imsakun artinya pengendalian yang dikasud dengan pengendalian adalah pengendalian dari kecenderungan hawa nafsu yang condong kepada tabiat kebinatangan (Nafsul bahimah)

5.  Pengertian Puasa
Puasa berasal dari dua kata dalam bahasa Sansekerta, yaitu: upa dan wasaUpa, semacam perfiks yang berarti dekat. Wasa berarti Yang Maha Kuasa, seperti umat Hindu di Indonesia menyebut Sang Hyang Widhi Wasa. Jadi upawasa, atau yang kemudian pengucapannya menjadi puasa, tidak lain daripada cara mendekatkan diri dengan Tuhan. Sebagai cara untuk mendekatkan diri dengan Tuhan, puasa adalah pelatihan mental dan spiritual yang bertujuan mengubah sikap dan kejiwaan manusia. Sikap yang diubah adalah sikap yang buruk, sehingga menjadi baik. Jadi puasa berkaitan dengan sebuah pelatihan sikap spiritual melalui pelatihan badani. Orang yang berpuasa adalah orang yang terus melatih diri menjadi baru di dalam sikap. Oleh karena itu, hanya berpuasa bukan hanya menahan makan dan minum, tetapi juga mengontrol emosi, kata-kata, tindakan, pikiran, dan perilaku. Orang yang berpuasa adalah orang yang sadar diri dan selalu berada di dalam pengendalian diri. Sikapnya terlatih untuk terkendali dari bersikap sembrono, atau mengambil keputusan secara asal-asalan, atau bertindak ngawur. Orang yang dapat mengendalikan diri dari hawa nafsu makan dan minum adalah orang yang mampu mengendalikan dirinya.
Dari pengertian Romadlon dan Shoum ini dapatlah di tarik suatu pengertian bahwa puasa di bulan Romadlon dikandung maksud Nafsu kebinatangan tersebut dibakar, dibimbing dan didik dengan melalui pengendalian ibadah puasa akan mampu membawa manusia yang selama siklus waktu ssatu tahun mengalami suatu perjalanan kehidupan mengalami kekatoran dan kekeruhan baik secara tiologis, sosiologis, pesichis dsb, dan dapat dicerahkan kembali kepada fitrohnya.
6.  Filosofi Shoum/ Puasa
Shoum (Bahasa Arab) atau Puasa (Bahasa Sansekerta) mengandung arti menahan diri, adalah sebagai sebuah ibadah yang diwajibkan bagi setiap muslim. Prosedur ibadah puasa itu menahan diri dari makan, minum, berhubungan suami isteri, dan perihal yang membatalkannya sejak terbit fajar sampai terbenamnya matahari. Kewajiban ibadah puasa ini mengantarkan pribadi pelakunya menjadi takwa dan telah pernah ada pemberlakuannya sebelum umat Muhammad Surat Al-Baqarah ayat 183.
 Islam memiliki pandangan, seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah, bagi kita setiap kaum muslimin bahwa sebegitu penting artinya ibadah ini terhadap setiap pribadi yang menunaikannya tentu saja harus diketahui hikmah yang terkandung didalamnya sebagai filosofi dari makna “menahan diri” dalam prilaku puasa tersebut. Sehingga dengan demikian setiap muslim berpuasa terinspirasi menjadi pribadi takwa yang berguna untuk kehidupan individual dan kehidupan sosial.
Arti dari menahan diri ini cakupannya sangat spesifik yang perlu diperhatikan oleh yang berpuasa. Menahan diri itu (Quraish Shihab) dibutuhkan oleh setiap orang, tidak mengenal jenis kelamin, strata sosial, baik ia laki-laki, perempuan, kaya dan miskin, komunitas modern dan primitif perseorangan ataupun kelompok memerlukan sikap untuk menahan diri. Esensi dari kewajiban ibadah puasa itu adalah menahan diri (Mustafa al-Maraghi). Setiap pribadi yang dapat menahan diri itulah yang sukses menunaikan puasanya, mencerminkan karakter manusia takwa, manusia yang menempatkan posisinya sebagai individu yang taat kepada Allah dan RasulNya dan sebagai pribadi yang memiliki kepedulian sosial, sehingga kehadirannya itu bersifat multiguna bagi diri, keluarga dan lingkungan sekitar.
Harapan dari semngat syar’i Islam terhadap Muslim yang berpuasa itu antara lain menahan diri dari makan dan minum, berhubungan suami isteri, dan sampai batas ini oleh hujjatul Islam Muhammad Abu Hamid Al Ghozali mendeskripsikan sebagai puasanya mereka yang awam. Pada posisi ini, tentu saja akan mengajarkan seseorang yang berpuasa sebuah “pengalaman” menahan lapar dan dahaga seyogyanya menginspirasi pribadinya untuk memahami bagaimana penderitaan manusia tanpa makan dan minum karena selalu berada dalam kemiskinan.
Kemudian juga usaha nyata dalam menahan diri dari nafsu kebinatangan (Syahwat), menahan nafsu amarah, menahan diri dari ucapan yang tidak berguna dan apalagi ucapan yang menyakitkan pendengarnya, menahan diri dari pandangan mata dari suasana maksiat, menahan diri dari mendengarkan yang sifatnya provokatif; pegunjingan dan atau gosip, juga menahan diri dari kecenderungan hati yang “rusak”, yaitu hati yang penuh curiga (syu’udzdzan) tidak pernah berbaik sangka (khusnudzdzan), atau berpikir positif.
Bagi Muslim yang mampu menahan diri dari keadaan mentalitas seperti ini tentu saja mencerminkan pribadi yang berkarakter yang pada saatnya akan teruji untuk mengemban amanah personal yang tampil untuk berbuat kebaikan baik dalam hubungannya dengan Sang Khaliq maupun sesama makhluk. Kesempurnaan seseorang ketika ia mampu secara cerdas menahan diri dari semua prilaku tersebut, senantiasa memperbanyak zikrullah dan merenungi dimensi spiritual kebaikan sehingga ia dapat tampil menjadi sosok peduli lingkungannya. Mereka yang mencapai tahap inilah telah mendapatkan anugerah hikmah yang subtansial dari Ibadah Shoum.
Tuntutan dari sikap dan prilaku menahan diri itu dalam implementasinya akan melahirkan pribadi muslim yang takwa; Ketika ia kaya tetapi tidak menyebabkan ia sombong, ketika ia miskin dan terbatas hidupnya tidak menyebabkan kemiskinannya itu ketika ada peluang membuat dirinya menjadi tamak dan rakus. Demikian juga ketika seseorang itu pandai tidak menyebabkan kepandaiannya itu menjadi sosok yang super dan membanggakan diri, ketika ia menjadi penguasa tidak menyebabkan ia menzalimi orang lain, berbuat semena mena terhadap orang lain, ketika ia menjadi rakyat tidak menyebabkan ia membatasi diri tanpa partisipasi dalam membina kebersamaan yang diridhaiNya.
Filosofi “menahan diri” yang sejatinya tumbuh dan berkembang dari setiap insan yang berpuasa, sehingga lahirlah pribadi yang tidak hanya shalih secara individual tetapi juga memiliki keshalihan sosial. Karena itu, janganlah terjebak dengan pola “menahan diri” yang semu, yaitu tidak ada follow-up dari upaya menahan diri yang dilakukan selama puasa sehingga seseorang yang demikian tidak mendapat hikmah puasanya seperti ditegaskan oleh Rasulullah saw: “Betapa banyak mereka berpuasa tanpa memperoleh apapun dari ibadah puasanya kecuali sebuah proses menahan lapar dan dahaga.” (HR. Bukhari).  
Alangkah meruginya disaat manusia tidak menjadi shoimin, untuk itu renungkanlah terhadap apa yang kita kerjakan dari Shoum (menahan diri) itu seharusnya dimanifestasikan dalam berprilaku kemarin, saat ini dan di masa yang akan datang sehingga akan terjadi tatanan dalam kehidupan di tengah masyarakat yang baik, punya empati dan memanusiakan manusia sesamanya, menghurmati orang lain meskipun tidak berpuasa (Non Muslim) tidak melulu menuntut untuk dihurmati, sebagimana seruang H. Lukman Hakim Saifudin (Menteri Agam RI, Kabinet Indonesia Hebat) semoga Alloh selalu menurunkan Ridlo dan barokahnya kepada Shoimin.

  

BAB III
PENUTUP

1.     Kesimpulan
           Bulan Romadlon yang didalamnya Orang- orang beriman diwajibkan untuk berpuasa dan amalan- amalan sunnah lainnya dalam makalah yang telah didiskripsikan mulai dari latarbelakang sampai dengan pembahasan dapatlah disimpulkan antara lain:
1)        Bahwa semua benda atau sarana didunia ini pada saatnya setelah dipergunakan sekian lama dalam siklus waktu tertentu harus di bersihkan agar dapat berfungsi secara proporsiaonal
2)        Manusia adalah benda yang multi dimensi pada saatnya harus disucikan agar manusia bisa menjalankan kehidupannya secara fitroh, yakni manusia yang mampu memanusiakan manusia lain atau memandang obyek secara proporsional.
3)        Alloh SWT yang maha Rohman dan Maha Rohim menurunkan bulan Romadlon dengan Shoumnya serta diturunkan Al Quranul Karim sebagai siklus terpenting untuk mengapdet dan mendidik atau menginstal kembali manusia agar kekotoran dan kekeruhan selama satu tahun menjalankan aktifitasnya.
4)        Shoum/ Puasa sebagai usaha manusia untuk menahan diri agar manusia mampu mengiplementasikan dalam berbagi aspek kehidupan untu dapat menahan diri dari kecenderungan Negatif Nafsu Syahwat.
2.     Saran
            Makalah yang kecil dan simpel ini mengharap agar para pembaca dapat memberikan kritik yang membangun dan saran untuk kesempurnaan Makalah ini terimakasih atas kritik dan saran yang senantiasa penulis tunggu.
3.     Kata Penutup
           Dengan mengucap syukur alhamdulillah penulis berharap semoga Alloh selalu memberikan ridlo dan barokahnya dalam karya Makalah yang kecil dan simpel ini semoga bermanfaan bagi pembaca, Amiin.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar