ZAKAT FITRAH
DALAM PERSPEKTIF SOSIA DAN EKONOMI
Oleh: Drs. H. Imam Gozali,
M.Pd.I
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Manusia
secara ekonomi memiliki perbedaan yang dapat dilihat dengan kasat mata dalam
kasta sosial dapat di katagorikan menjadi tiga tingkatan antara lain:
1)
Ekonomi
Lemah
2)
Ekonomi
Menengah
3)
Ekonomi
Menengah ke atas
Antara masing- masing strata
ekonomi terjadi kesenjangan yang mencolok terutama antara masyarakat yang
berada pada level ekonomi lemah kalau dalam bahasa agama disebut sebagai kaum
Fuqorok wal masakin. Kesenjangan ini akan menimbulkan gesekan- gesekan secara
interaktif didalam pegaulan kesehariannya. Kaum du’afak dan foqorok wal masakin
dalam kehidupannya sehari- hari sangat pas- pasan dan bahkan mengalkami
kegalauan dalam mengatasi kekurangan pembiayaan keseharian.baik dalam
pembiayaan kebutuhan primer seperti misalnya: pembiayaan Sandang (Pakaian),
Pangan (Makan) dan Papan (Tempat Tinggal) belum lagi kebutuhan sekinder
antaralain misalnya : Biaya Pendidikan, Biaya Kesehatan, Biaya Hiburan dan
biaya sosial, baik sosial budaya maupun sosial keagamaan.
Biaya
sosial keagamaan untuk di Indonesia juga cukup menambah beban bagi masyarakat
ekonomi lemah apalagi disaat- saat memasauki bulan Romadlon dan menjelang
hadirnya Hari Raya Idul Fitri halmana pembiayaan kebutuhan Primer dan sekunder
mengalami peningkatan yang sangat tajam baik kuantitas dan kualitasnya. Disaat
seperti inilah Alloh swt memerintahkan kepada para Aghniyak (kelompok ekonomi
menengah dan Kuat) untuk memberikan uluran tangan dan bantuan berupa kewajiban
mengeluarkan Zakat Fitrah.
Zakat fitrah adalah wajib atas setiap muslim
dan muslimah. Berdasar hadits berikut, Dari Ibnu Umar r.a. ia berkata, “Rasulullah saw. telah
memfardhukan (mewajibkan) zakat fitrah satu sha’ tamar atau satu sha’ gandum
atas hamba sahaya, orang merdeka, baik laki-laki maupun perempuan, baik kecil
maupun tua dari kalangan kaum Muslimin; dan beliau menyuruh agar dikeluarkan
sebelum masyarakat pergi ke tempat shalat ‘Idul Fitri.”(Muttafaqun ‘alaih
: Fathul Bari III :367 no:1503, Muslim II: 277 no:279/984 dan 986, Tirmidzi II
: 92 dan 93 no: 670 dan 672, ‘Aunul Ma’bud V:4-5 no: 1595 dan 1596, Nasa’i
V:45, Ibnu Majah I: 584 no:1826 dan dalam Sunan Ibnu Majah ini tidak terdapat
“WA AMARA BIHA…”).
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Zakat Fitrah
Pengertian
Zakat sendiri
adalah sejumlah harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh setiap muslim
diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya seperti fakir, miskin dan
sebagainya. Sedangkan Fitrah disini bermakna sebagai keadaan manusia saat baru
diciptakan, sehingga dengan mengeluarkan zakat pada bulan ramadhan, manusia
dengan izin Allah akan kembali suci sperti baru terlahir, maka dapat
disimpulkan bahwa. Pengertian Zakat Fitrah adalah zakat atau jumlah harta tertentu yang wajib
dikeluarkan oleh setiap muslim yang berkecukupan baik lelaki atau perempuan
pada saat bulan Ramadhan dengan syarat-syarat yang telah di tetapkan, adapun
yang berhak menerima zakat secara umum terdapat 8 golonagan yaitu fakir,
miskin, amil, muallaf, hamba sahaya, gharimin, fisabilillah, ibnu sabil, tetapi
menurut beberapa ulama khusu untuk zakat fitrah harus didahulukan kepada dua
golongan yaitu fakir dan miskin.
2.
Pengertian
Perspektif
Menurut Kamus
Besra Bahasa Indonesia Perspektif adalah
: cara melukiskan suatu benda pada permukaan yg mendatar sebagaimana yg
terlihat oleh mata dng tiga dimensi (panjang, lebar, dan tingginya); 2
sudut pandang; pandangan.
3.
Pengertian
Sosial Ekonomi
Pengertian
kondisi Sosial ekononomi adalah suatu keadaan atau kedudukan yang diatur secara
sosial dan menetapkan seseorang dalam posisi tertentu dalam struktur
masyarakat. Pemberian posisi ini disertai pula seperangkat hak dan kewajiban
yang harus dipenuhi oleh si pembawa status. Tingkat sosial merupakan faktor non
ekonomis seperti budaya, pendidikan, umur dan jenis kelamin, sedangkan tingklat
ekonomi sepertik pendapatan, jenis pekerjaan, pendidikan dan investasi.
Manusia
selalu ingin memenuhi kebutuhan hidupnya baik moral maupun material. Kebutuhan
pokok atau basic human needs dapat dijelaskan sebagai kebutuhan yang sangat
penting guna kelangsungan hidup manusia. Abraham Maslow mengungkapkan kebutuhan
manusia terdiri dari kebutuhan dasar fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan
akan kasih sayang, kebutuhan akan dihargai dan kebutuhan mengaktualisasikan
diri. Dari beberapa pengertian tentang Zakat
Fitrah dalam Perpektif Sosial Ekonomi dapatlah diambil suatu kesimpulan bahwa
Zakat Fitri dalam Perspektif Sosial Ekonomi adalah Zakat Fitrah dilihat dari
sudut pandang Sosial Ekonomi masyarakat dalam hala filosofinya dan manfaat
serta hikmahnya dari Zakat Fitrah terhadap kehidupan Ekonomi Masyarakat.
4.
Kedudukan Zakat Dalam Islam
Kedudukan dan arti penting zakat dapat dilihat dari beberapa hal berikut:
a.
Zakat adalah rukun Islam yang ketiga
dan salah satu pilar bangunannya yang agung berdasarkan hadits yang
diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda: "Islam dibangun di atas lima perkara: syahadat bahwa
tidak ada Rabb yang haq selain Allâh dan bahwa Muhammad adalah
utusan Allâh, menegakkan shalat, menunaikan zakat, berpuasa Ramadhan dan haji
ke Baitullah bagi siapa yang mampu " [Muttafaqun ‘alaihi]
b.
Allâh Azza wa Jalla menyandingkan perintah
menunaikan zakat dengan perintah melaksanakan shalat di dua puluh delapan
tempat dalam al-Qur`ân. Ini menunjukkan betapa urgen dan tinggi kedudukannya
dalam Islam. Kemudian penyebutan kata shalat dalam banyak ayat di al-Qur`ân
terkadang disandingkan dengan iman dan terkadang dengan zakat. Terkadang
ketiga-tiganya disandingkan dengan amal shalih adalah urutan yang logis.Iman yang
merupakan perbuatan hati adalah dasar, sedangkan amal shalih yang merupakan
amal perbuatan anggota tubuh menjadi bukti kebenaran iman. Amal perbuatan
pertama yang dituntut dari seorang mukmin adalah shalat yang merupakan ibadah
badaniyah (ibadah dengan gerakan badan) kemudian zakat yang merupakan ibadah
harta. Oleh karena itu, setelah ajakan kepada iman didahulukan ajakan shalat
dan zakat sebelum rukun-rukun Islam lainnya. Ini berdasarkan hadits Ibnu
‘Abbâs Radhiyallahu anhuma dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallamsaat beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Mu’âdz Radhiyallahu anhu ke Yaman,
beliau bersabda kepadanya
"Sesungguhnya kamu akan datang kepada suatu kaum dari ahli kitab,
ajaklah mereka kepada syahadat bahwa tidak ada Rabb yang haq selain Allâh dan
bahwa aku adalah utusan Allâh, bila mereka mematuhi ajakanmu, maka katakanlah
kepada mereka bahwa Allâh mewajibkan atas mereka shalat lima waktu dalam sehari
semalam, bila mereka mematuhi ajakanmu maka katakan kepada mereka bahwa Allâh
mewajibkan sedekah yang diambil dari orang-orang kaya dari mereka dan diberikan
kepada orang-orang miskin dari mereka"
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallamhanya menyebutkan shalat dan zakat (dalam
hadits di atas) karena besarnya perhatian terhadap keduanya dan keduanya
didahulukan sbelumnya selainnya dalam berdakwah kepada Islam. Juga dalam rangka
mengikuti prinsip at-tadarruj (bertahap fase demi fase) dalam menjelaskan
kewajiban-kewajiban Islam.
Dan masih banyak lagi dalil-dalil dari al-Qur’an maupun al-hadits yang
menunjukkan kedudukan zakat yang tinggi dalam Islam.
5.
Tujuan-Tujuan Syar’i Di Balik Kewajiban
Zakat
Islam telah menetapkan zakat sebagai kewajiban dan menjadikannya sebagai
salah satu rukunnya serta memposisikannya pada kedudukan tinggi lagi mulia.
Karena dalam pelaksanaan dan penerapannya mengandung tujuan-tujuan syar'i
(maqâshid syari’at) yang agung yang mendatangkan kebaikan dunia dan akhirat,
baik bagi si kaya maupun si miskin. Di antara tujuan-tujuan tersebut adalah :
1)
Membuktikan
penghambaan diri kepada kepada Allâh Azza wa Jalla dengan
menjalankan perintah-Nya. Banyak dalil yang memerintahkan agar kaum Muslimin
melaksanakan kewajiban agung ini, sebagaimana Allâh Azza wa Jalla firmankan
dalam banyak ayat, diantaranya
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah
zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'.” [al-Baqarah/2:43]
Allâh Azza wa Jalla juga menjelaskan bahwa menunaikan zakat merupakan sifat
kaum Mukminin yang taat. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
"Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allâh ialah orang-orang yang
beriman kepada Allâh dan hari akhir, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan
zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allâh, maka merekalah
orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat
petunjuk". [at-Taubah/9:18]
Seorang mukmin menghambakan diri kepada Allâh Azza wa
Jalla dengan menjalankan perintah-Nya melalui pelaksanaan kewajiban zakat
sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan syari’at.
Zakat bukan pajak. Zakat adalah ketaatan dan ibadah
kepada Allâh Azza wa Jalla yang dilakukan oleh seorang Mukmin demi meraih
pahala dan balasan di sisi Allâh Azza wa Jalla . Allâh Subhanahu wa Ta’ala
berfirman :
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman,
mengerjakan amal shalih, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka
mendapat pahala di sisi Rabbnya. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan
tidak (pula) mereka bersedih hati". [al-Baqarah/2:277].
Juga firman-Nya dalam al-Qur’an, surat an-Nisa’ ayat
ke-162, yang artinya,
“Tetapi orang-orang yang mendalam
ilmunya di antara mereka dan orang-orang Mukmin, mereka beriman kepada apa yang
telah diturunkan kepadamu (al-Quran), dan apa yang telah diturunkan sebelummu
dan orang-orang yang mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan yang beriman
kepada Allâh dan hari Kemudian. Orang-orang itulah yang akan Kami berikan
kepada mereka pahala yang besar.” [ an-Nisa`/4:162]
2)
Mensyukuri nikmat
Allâh dengan menunaikan zakat harta yang
telah Allâh Azza wa Jalla limpahkan sebagai karunia kepada manusia. Allâh Azza
wa Jalla berfirman
"Dan
(ingatlah juga), tatkala Rabbmu memaklumkan, ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur,
pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari
(nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." [Ibrâhim/14:7]
Mensyukuri
nikmat adalah kewajiban seorang muslim, dengannya nikmat akan langgeng dan
bertambah. Imam as-Subki rahimahullah mengatakan, “Diantara makna yang
terkandung dalam zakat adalah mensyukuri nikmat Allâh Subhanahu wa Ta’ala . Ini
berlaku umum pada seluruh taklief (beban) agama, baik yang berkaitan dengan
harta maupun badan, karena Allâh Azza wa Jalla telah memberikan nikmat kepada
manusia pada badan dan harta. Mereka wajib mensyukuri nikmat-nikmat tersebut,
mensyukuri nikmat badan dan nikmat harta. Hanya saja, meski sudah kita tahu itu
merupakan wujud syukur atas nikmat badan atau nikmat harta, namun terkadang
kita masih bimbang. Zakat masuk kategori ini.”
Membayar zakat
adalah pengakuan terhadap kemurahan Allâh, mensyukuri-Nya dan menggunakan
nikmat tersebut dalam keridhaan dan ketaatan kepada Allâh Azza wa Jalla .
3)
Menyucikan orang yang
menunaikan zakat dari dosa-dosa. Allâh Azza wa Jalla
berfirman
"Ambillah zakat dari sebagian harta mereka,
dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan doakanlah mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allâh
Maha mendengar lagi Maha mengetahui".
[at-Taubah/9:103].
Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya
kewajiban membayar zakat dalam ayat di atas berkaitan dengan hikmah pembersihan
dari dosa-dosa.”Ada juga hadits yang menegaskan makna di atas, sebagaimana
dalam hadits Muadz bin Jabal Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda :
"Sedekah itu bisa memadamkan kesalahan
sebagaimana air memadamkan api.” [HR. Ahmad 5/231 dan at-tirmidzi no.
2616 dan dishahihkan al-Albani dalam Shahih Sunan at-Tirmidzi]
Ayat di atas mengumpulkan banyak tujuan dan hikmah
syar'i yang terkandung dalam kewajiban zakat. Tujuan-tujuan dan hikmah-hikmah
itu terangkum dalam dua kata yang muhkam yaitu, “Dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka.”
4)
Membersihkan orang yang menunaikannya
dari sifat bakhil.
al-Kâsâni rahimahullah mengatakan,“Sesungguhnya
zakat membersihkan jiwa orang yang menunaikannya dari kotoran dosa dan
menghiasi akhlaknya dengan sifat dermawan dan pemurah. Juga membuang kekikiran
dan kebakhilan, karena tabiat jiwa sangat menyukai harta benda. Zakat dapat
membiasakan orang menjadi pemurah, melatih menunaikan amanat dan menyampaikan
hak-hak kepada pemiliknya. Semua itu terkandung dalam firman Allâh Azza wa
Jalla :
"Ambillah zakat dari sebagian harta mereka,
dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk
mereka".
Kikir adalah penyakit yang dibenci dan tercela. Sifat
ini menjadikan manusia berupaya untuk selalu mewujudkan ambisinya, egois, cinta
hidup di dunia dan suka menumpuk harta. Sifat ini akan menumbuhkan sikap
monopoli terhadap semua. Tentang hakikat ini, Allâh Azza wa Jalla berfirman
:
"Dan manusia itu sangat kikir". [al-Isrâ`/17:100]Allâh Azza wa Jalla berfirman"Walaupun
manusia itu menurut tabiatnya kikir". [an-Nisâ`/4:128]Sifat kikir ini
merupakan faktor terbesar yang menyebabkan manusia sangat tergantung kepada
dunia dan berpaling dari akhirat. Sifat ini menjadi sebab kesengsaraan. Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : "Sengsara hamba dinar,
sengsara hamba dirham, sengsara hamba khamishah ! Bila dia diberi maka dia
rela, bila tidak maka dia murka, sengsara dan tersungkurlah dia, bila dia
tertusuk duri maka dia tidak akan mencabutnya".
Cinta dunia dan harta adalah salah satu sumber dosa
dan kesalahan. Bila seseorang terselamatkan darinya dan terlindungi dari sifat
kikir maka dia akan sukses, sebagaimana firman Allâh Azza wa Jalla yang
artinya,“Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah
orang orang yang beruntung.” [al-Hasyr/59:9]
Allâh Azza wa Jalla berfirman tentang orang-orang yang
kikir lagi bakhil, "Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil
dengan harta yang Allâh berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa
kebakhilan itu baik bagi mereka. sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi
mereka. harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di
hari kiamat." [Ali Imrân/3:180]al-Fakhrurrazi rahimahullah
berkata,
“Kecintaan mendalam terhadap harta bisa melalaikan
jiwa dari kecintaan kepada Allâh dan persiapan menghadapi kehidupan akhirat.
Hikmah Allâh Azza wa Jalla menuntut agr pemilik harta mengeluarkan sebagian
harta yang dipegangnya; Agar apa yang dikeluarkan itu menjadi alat penghancur
ketamakan terhadap harta, pencegah agar jiwa tidak berpaling kepada harta secara
total dan sebagai pengingat agar jiwa sadar bahwa kebahagiaan manusia tidak
bisa tercapai dengan sibuk menumpuk harta. Akan tetapi kebahagian itu akan
terwujud dengan menginfakkan harta untuk mencari ridha Allâh Azza wa Jalla .
Kewajiban zakat adalah terapi tepat dan suatu keharusan untuk melenyapkan
kecintaan kepada dunia dari hati. Allâh Azza wa Jalla mewajibkan zakat untuk
hikmah mulia ini. Inilah yang dimaksud oleh firman-Nya, yang artinya,
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan
zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.”
Yakni membersihkan dan mensucikan mereka dari sikap berlebih-lebihan dalam
menuntut dunia.”
5)
Membersihkan harta yang dizakati. Karena
harta yang masih ada keterkaitan dengan
hak orang lain berarti masih kotor dan keruh. Jika hak-hak orang itu sudah
ditunaikan berarti harta itu telah dibersihkan. Permasalahan ini diisyaratkan
oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallamsaat beliau n menjelaskan alasan kenapa
zakat tidak boleh diberikan kepada keluarga beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam ? Yaitu karena zakat adalah kotoran harta manusia.
6)
Membersihkan hati orang miskin dari
hasad dan iri hati terhadap orang kaya.
Bila orang fakir melihat orang disekitarnya hidup
senang dengan harta yang melimpah sementara dia sendiri harus memikul derita
kemiskinan, bisa jadi kondisi ini menjadi sebab timbulnya rasa hasad, dengki,
permusuhan dan kebencian dalam hati orang miskin kepada orang kaya. Rasa-rasa
ini tentu melemahkan hubungan antar sesama Muslim, bahkan berpotensi memutus
tali persaudaraan. Hasad, dengki dan kebencian adalah penyakit berbahaya yang
mengancam masyarakat dan mengguncang pondasinya. Islam berupaya untuk
mengatasinya dengan menjelaskan bahayanya dan dengan pensyariatan kewajiban
zakat. Ini adalah metode praktis yang efektif untuk mengatasi penyakit-penyakit
tersebut dan untuk menyebarkan rasa cinta dan belas kasih di antara anggota
masyarakat.
Orang yang menunaikannya akan dilipatgandakan
kebaikannya dan ditinggikan derajatnya. Ini termasuk tujuan syar'i yang
penting. Allâh berfirman, yang artinya,
"Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh)
orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allâh adalah serupa dengan
sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji.
Allâh melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allâh Maha
luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui.” [al-Baqarah/2:261]
7)
Menghibur dan membantu orang miskin.
Al-Kâsâni rahimahullah berkata,
“Pembayaran zakat termasuk bantuan kepada orang lemah
dan pertolongan kepada orang yang membutuhkan. Zakat membuat orang lemah
menjadi mampu dan kuat untuk melaksanakan tauhid dan ibadah yang Allâh
wajibkan, sementara sarana menuju pelaksanaan kewajiban adalah wajib.”
8)
Pertumbuhan harta yang dizakati.
Telah diketahui bersama bahwa di antara makna zakat
dalam bahasa Arab adalah pertumbuhan. Kemudian syariat telah menetapkan makna
ini dan menetapkannya pada kewajiban zakat. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
"Allâh
memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah dan Allâh tidak menyukai setiap orang
yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa.” (al-Baqarah/2:276).
Yakni menumbuhkan dan memperbanyak. [12] Juga
firman-Nya, yang artinya,
"Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka
Allâh akan menggantinya dan Dia-lah pemberi rizki yang sebaik-baiknya” (Saba`/34:39). Yakni Allâh menggantinya di dunia
dengan yang semisalnya dan di akhirat dengan pahala dan balasan.
Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
"Tidak ada satu hari di mana manusia mendapatkan
waktu pagi kecuali ada dua malaikat turun, salah satu dari keduanya berkata,
‘Ya Allâh berikanlah pengganti kepada orang yang berinfak.’ Sedangkan yang
lainnya berkata, ‘Ya Allâh berikanlah kebinasaan kepada orang yang menahan.” [Muttafaqun ‘alaihi] Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallamjuga bersabda :"Sedekah tidak mengurangi harta". [HR
Muslim]
9)
Mewujudkan solidaritas dan
kesetiakawanan sosial.
Zakat adalah
bagian utama dari rangkaian solidaritas sosial yang berpijak kepada penyediaan
kebutuhan dasar kehidupan. Kebutuhan dasar kehidupan itu berupa makanan,
sandang, tempat tinggal (papan), terbayarnya hutang-hutang, memulangkan
orang-orang yang tidak bisa pulang ke negara mereka, membebaskan hamba sahaya
dan bentuk-bentuk solidaritas lainnya yang ditetapkan dalam Islam. Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
"Perumpamaan orang-orang mukmin dalam
sikap saling menyayangi, mengasihi dan melindungi adalah seperti jasad yang
satu, bila ada satu anggota jasad yang sakit maka anggota lainnya akan ikut
merasakannya dengan tidak tidur dan demam". [HR Muslim]
10) Menumbuhkan
perekonomian Islam.
Zakat mempunyai pengaruh positif yang sangat
signifikan dalam mendorong gerak roda perekonomian Islam dan mengembangkannya.
Karena pertumbuhan harta individu pembayar zakat memberikan kekuatan dan
kemajuan bagi ekonomi masyarakat. Sebagaimana juga zakat dapat menghalangi
penumpukan harta di tangan orang-orang kaya saja. Allâh Azza wa Jalla
berfirman, yang artinya,
"Supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang
kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dan
apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allâh.
Sesungguhnya Allâh amat keras hukumanNya.
” [al-Hasyr/59:7]
Keberadaan uang di tangan kebanyakan anggota masyarakat mendorong pemiliknya
untuk membeli keperluan hidup, sehingga daya beli terhadap barang meningkat.
Keadaan ini dapat meningkatkan produksi yang menyerap tenaga kerja dan membunuh
pengangguran. [14]
11) Dakwah
kepada Allâh Azza wa Jalla .
Di antara tujuan mendasar zakat adalah berdakwah
kepada Allâh dan menyebarkan agama serta menutup hajat fakir-miskin. Semua ini
mendorong mereka untuk lebih lapang dada dalam menerima agama dan menaati Allâh
Azza wa Jalla . Demikian banyaknya faedah dan hikmah pensyariatan zakat
lainnya yang belum disampaikan, namun semua yang telah disampaikan diatas sudah
cukup menunjukkan betapa penting dan bergunanya zakat dalam kehidupan individu
dan masyarakat Islam.Semoga ini bisa lebih memotivasi kita untuk menunaikannya.
Apalagi bila melihat kepada manfaat yang akan muncul dari pensyariatan zakat fitrah yang tentunya sesuai dengan panduan zakat
fitrah Rasululah yang
telah dibahas di kajian sebelumnya.
BAB III
P E N U T U P
1. Kesimpulan
Zakat Fitrah sebagai suatu kewajiban Umat Islam
memiliki beberapa dimensi hikmah bagi manusia itu sendiri. Itula kemaha besaran
Alloh SWT dan kemaha Rohman dan Rahiman Alloh SWT kepada hambanya. Kesimpulan
dari uraian tersebut mulai dari latar belakang Masalah sampai dengan BAB
Pembahasan dimensi kebaikan dan hikmah tersebut antara lain adalah :
ü Zakat Fitrah akan mampu mengembalikan fungsi-
fungsi kemanusiaan
ü Zakat Fitrah akan menolong mereka yang sekarang
berada di level Ekonomi lemah sehingga mereka bisa ikiut memeriahkan Lebaran
Idul Ftri
ü Zakat Fitrah akan mensucikan dan membersihkan
Manusia Muslim dari dosa
ü Zakat Fitrah akan menyempurnakan Ibadah puasa
orang- orang Muslim yang dilaksanakan selama satu bulan penuh
ü Zakat Fitrah akan menggurkan kewajiban sebagai
orang Muslim yang memiliki kehidupan
ü Zakat Fitrah akan dapat dikembangkan menjadi
modal Ekonomi kedepan
ü Zakat Fitrah memiliki potensi yang amat besar
untuk dikembangkan sebagai sarana merubah Kaum Fuqorok wal Masakin menjadi kaum
Muzakky bukan mustakhiq lagi
2. Saran
Makalah yang kecil dan sederhana ini
tentunya masih banyak kesalahan dan kurang sempurna sehingga untuk mengurangi
kesalahan dan menambah kesempurnaan penulis berharap untuk dapat diberikan
saran dan klritik yang membangun.
3. Kata
Penutup
Demikian uraian makalah singkat yang
Penulis susun semoga memiliki makna dan nilai manfaat untuk pembaca dan minimal
harapan penulis makalah ini digunakan untuk media belajar penulis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar